Selasa, 18 November 2014

askep anak dengan tb milier



BAB 1

PENDAHULUAN

Di Indonesia TB kembali muncul sebagai penyebab kematian utama setelah penyakit jantung dan saluran pernafasan. Penyakit TB paru, masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Hasil survey kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 1995 menunjukkan bahwa tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernapasan pada semua golongan usia dan nomor I dari golongan infeksi. Antara tahun 1979 - 1982 telah dilakukan survey prevalensi di 15 propinsi dengan hasil 200 - 400 penderita tiap 100.000 penduduk.
Diperkirakan setiap tahun 450.000 kasus baru TB dimana sekitar 1/3 penderita terdapat disekitar puskesmas, 1/3 ditemukan di pelayanan rumah sakit/klinik pemerintah dan swasta, praktek swasta dan sisanya belum terjangku unit pelayanan kesehatan. Sedangkan kematian karena TB diperkirakan 175.000 per tahun.
Jumlah penderita penyakit TBC (Tuberculosa) diperkirakan mengalami peningkatan cukup tinggi. Namun, yang paling memprihatinkan, peningkatan itu terjadi pada anak-anak dan balita. Hal ini disebabkan selain belum terdeteksinya semua penderita TBC potensial menular, juga karena masih banyak warga masyarakat yang belum memiliki perilaku hidup sehat, sebagian warga  baik yang tinggal di perkotaan maupun di pedesaan masih berperilaku hidup kurang sehat. Mereka tinggal di lingkungan kumuh dengan menempati rumah-rumah yang kurang mendapat sinar matahari. Akibatnya, kondisi lingkungan yang rendah, mereka dengan mudah terkena penyakit. Apalagi bila di lingkungan tersebut terdapat penderita TBC potensial menular. Bisa dipastikan penyakit batuk paru-paru itu menular kepada yang lain, terutama anak-anak yang memang masih rentan terhadap kuman.
Dari data dan fenomena diatas perawat sebagai tenaga kesehatan yang sangat terkait diharapkan benar benar dapat secara professional  dapat menerapkan Asuhan keperawatan baik dalam promotif, preventiv, kuratif dan rehabilitatif, terutama pada anak.




1.      Tujuan Umum :
Mengidentifikasi prinsip Asuhan keperawatan pada klien anak dengan tuberkulosa paru.
2.      Tujuan Khusus :
a.       Mengidentifikasi konsep teori tuberkulosa paru pada klien anak, meliputi : definisi, etiologi, patofisiologi, gejala klinik, komplikasi, pemeriksaan diagnostik dan penatalaksanaan.
b.      Mengidentifikasi Asuhan keperawatan pada klien anak dengan tuberkulosa paru.


BAB 2

TINJAUAN TEORI

Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang dapat menyerang berbagai organ tubuh manusia seperti paru, ginjal, kelenjar getah bening, selaput jantung, selaput otak usus, dan lain-lain, tetapi yang paling banyak adalah organ paru. (Bahar,2001). Seseorang disebut penderita tuberculosis paru jika kuman M.Tuberculosis menyerang paru.
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi pada paru yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosa, yaitu suatu bakteri tahan asam. (Suriadi,2001).
Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh M.Tuberculosis yang biasanya ditularkan dari orang ke orang melalui nuclei droplet lewat udara. (Netina,2002).
Penyebab tuberculosis ini adalah mycobacterium tuberculosis, mycrobacterium bovis, dan mycobacterium africanum. Faktor – faktor yang menyebabkan seseorang dapat terinfeksi mycobacterium tuberculosis paru adalah :
1.      Usia
Usia bayi mungkin besar mudah terinfeksi karena imaturitas imun tubuh bayi. Pada masa puber dan remaja terjadi masa pertumbuhan cepat namun kemungkinan mengalami infeksi cukup tinggi karena asupan nutrisi tidak adekuat.
2.      Jenis Kelamin
Angka kematian dan kesakitan lebih banyak terjadi pada anak perempuan pada masa akhir kanak – kanak dan remaja.
3.      Herediter
Daya tubuh seseorang diturunkan secara genetik.
4.      Keadaan Stress
Situasi yang penuh stres menyebabkan kurangnya asuupan nutrisi sehingga daya tahan tubuh menurun.
5.      Anak yang mendapatkan terapi kortikosteroid.
Kemungkinan mudah terinfekdi karena daya tahan tubuh anak ditekan oleh obat kortikosteroid.

v  Masuknya kuman tuberculosis ke dalam tubuh tidak selalu menimbulkan penyakit infeksi dipengaruhi oleh virulensi dan banyaknya kuman tuberculosis serta daya tahan tubuh.
v  Segera setelah menghirup basil tuberculosis hidup kedalam paru-paru, maka terjadi eksudasi  dan konsolidasi yang terbatas disebut focus primer. Basil tuberculosis akan menyebar , histosit mulai mengengkut organisme tersebut ke kelenjar limfe regional melalui saluran getah bening menuju ke kelenjar regional sehingga terbentuk komplek primer dan mengadakan reaksi eksudasi terjadi sekitar 2-10 minggu pasca infeksi.
v  Bersamaan dengan terbentuknya komplek primer terjadi pula hypersensitivitas terhadap tuberkuloprotein yang dapat diketahui melalui uji tuberkuli. Masa terjadinya infeksi sampai terbentuknya kompleks primer disebut masa inkubasi.
v  Pada anak yang lesi, dalam paru dapat terjadi dimanapun terutama diperifer dekat pleura, tetapi lebih banyak terjadi di lapangan bawah  paru dibanding dengan lapangan atas. Juga terdapat pembesaran kelenjar regional serta penyembuhanya mengarah kekalsifikasi dan penyebaranya lebih banyak terjadi melalui hematogen.
v  Pada reaksi radang dimana leukosit polimorfonuklear tampak pada alveoli dan memfagosit  bakteri namun tidak membunuhnya. Kemudian basil menyebar kelimfe dan sirkulasi. Dalam beberapa minggu limfosit T menjadi sensitive terhadap organisme TBC dan membebaskan limfokin yang merubah makrofag atau mengaktifkan makrofag.  Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumoni akut. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa nekrosis yang tertinggal, atau proses dapat berjalan terus dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak dalam sel.makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkelepiteloid yang dikelilingi oleh limfosit. Nekrosis pada bagian sentral  lesi memberikan gambaran yang relatif  padat, seperti keju yang disebut nekrosis kaseosa.
v  Terdapat 3 macam penyebaran secara pathogen pada tuberculosis anak ; penyebaran hematogen tersembunyi yang kemudian mungkin timbul gejala atau tanpa gejala klinis , penyebaran hematogen umum, penyebaran millier, biasanya terjadi sekaligus  dan menimbulkan gejala akut, kadang-kadang kronis, penyebaran hematogen berulang.
1.      Demam, malaise, anoreksia,  berat badan menurun, kadang-kadang batuk ( Batuk tidak selalu ada, menurun  sejalan dengan lamanya penyakit), nyeri dada, hemoptisis.
2.      Gejala lanjut ( jaringan paru-paru sudah banyak yang rusak) : pucat, anemia, lemah, dan berat badan menurun.
3.      Permulaan tuberculosis primer biasanya sukar diketahui secara klinis karena mulainya penyakit secara berlahan. Kadang tuberculosis ditemukan pada anak tanpa gejala atau keluhan . tetapi secara rutin dengan uji tuiberkulin  dapat ditemukan penyakit tersebut. Gejala tuberculosis primer dapat berupa demam yang naik turun selama 1-2 minggu, dengan atau tanpa batuk pilek. Gambaran klinisnya; demam, batuk, anoreksia, dan berat badan menurun.
1.      Meningitis
2.      Spondilitis
3.      Pleuritis
4.      Brokhopneumoni
5.      Ateletaksis
1.      Tes tuberculin : reaksi tes positif ( Diameter = 5) menunjukkan adanya infeksi primer.
2.      Radiologi : terdapat kompleks primer dengan atau tanpa perkapuran, pembesaran kelenjar paratrakheal, penyebaran millier, penyebaran bronkogen, pleuritis dengan efusi.
3.      Kultur sputum : ditemukan basil tuberculosis.
4.      Patologi Anatomi : dilakukan pada kelenjar getah bening, hepar pleura, peritoneum, kulit ditemukan tuberkel dan basil tahan asam.
5.      Uji BCG : reaksi positif jika setelah mendapat suntikan BCG langsung terdapat reaksi lokalyang besar dalam waktu kurang dari 8 hari setelah penyuntikan.
6.      Infeksi TB : hanya diperlihatkan oleh skin tes  tuberculin positif.
7.      Penyakit TB : gambaran radiology positif, kultur sputum positif, dan adanya gejala-gejala penyakit.
1.      Nutrisi Adekuat
2.      Medik :
a.       Isoniazid ( INH )
Obat ini bekerja berdifusi ke dalam semua jaringan dan cairan tubuh, dan efek yang amat merugikan sangat rendah. Obat ini diberikan melalui oral atau intramuskuler. Dosis obat harian biasa 10 mg/kg, dengan kadar puncak obat dalam darah, sputum, dan cairan serebrospinal dicapai sekurang-kurangnya 6-8 jam. Isoniazid memiliki dua pengaruh toksik utama yaitu neuritis  perifer dan hepatotoksik. Tanda klinis fisik pada neuritis perifer yang paling sering adalah mati rasa dan rasa gatal pada tangan dan kaki. Tanda klinis pada hepatotoksik jarang terjadi, namun lebih mungkin terjadi pada anak dengan tuberculosis berat dan anak remaja.
b.      Rifampisin ( RFH )
Obat ini merupakan obat kunci pada manajemen terapi tuberculosis modern. RIF diserap dengan baik di saluran pencernaan selama puasa. Obat ini bekerja dengan berdifusi luas ke dalam jaringan dan cairan tubuh termasuk cairan serebrospinal. Obat RIF dieksresikan utama melalui saluran empedu. Obat RIF diberikan melalui oran dan intra vena. RIF tersedia dalam takaran 150 mg dan 300 mg sesuai berat badan anak. Suspensi dapat digunakan sebagai pelarut tetapi tidak boleh diminum bersamaan dengan makanan karena malabsorpsi. Kadar puncak serum dicapai dalam waktu 2 jam. Efek samping RIF adalah terjadinya perubahan warna orange pada urin dan air mata, gangguan  saluran pencernaan, dan hepatotoksisitas, hal ini muncul karena peningkatan kadar trsnsaminase serum namun tidak menimbulkan keluhan pada penderita tuberculosis.
c.       Pyrazinamid ( PZA )
Dosis optimum ini pada anak belum diketahui. Reaksi hipersensitivitas jarang pada anak. Satu-satunya benntuk dosis PZA adalah tablet dengan dosis 500 mg sehingga menimbulkan masalah dosis pada anak terutama bayi. Tablet ini dapat dihanncurkan dan diberikan bersamaan dengan makanan.
d.      Streptomycin Injeksi
Streptomisin kurang sering digunakan pada annak yang menderita tuberculosis paru, tetapi obatt ini penting untuk pengobatan dan pencegahan resistensi obat. Obat ini harus diberikan dengan cara melalui injeksi intramuskuler. Obat ini bekerja dapat menembus meningen  yang mengalami peradangan. Toksisitas streptomisin yaitu terjadi pada vestibuler dan saraf kranial 8 auditorius, tetapi toksisitas pada ginjal jarang terjadi.
e.       Ethambutol
Kemungkinan toksisitas etambutol terjadi pada mata. Dosis bakteriostatik adalah 15 mg/kg/24 jam, tujuannya untuk mencegah munculnya resistensi terhadap obat lain. Kemungkinann toksisitas utama obat ini adalah neuritis optik. Etambutol tidak dianjurkan untuk penggunaan umum pada anak yang muda karena pemeriksaan penglihatannya tidak mendapatkan hasil yang tepat tetapi harus dipikirkan pada anak dengan tuberculosis terjadi resistensi obat, bila obat ini tidak dapat digunakan sebagai terapi.
f.       Kortikosteroid
3.      Pembedahan, jika kemotherapi tidak berhasil.
4.      Pencegahan; menghindari kontak dengan yang terinfeksi  basil tuberculosis, mempertahankan status kesehatannya, pemberian imunisasi BCG.


BAB 3

ASUHAN KEPERAWATAN


1.      Riwayat keperawatan : riwayat kontak dengan individu yang terinfeksi, penyakit yang pernah diderita sebelumnya.
2.      Kaji adanya gejala-gejala panas yang naik turun dan dalam jangka waktu yang lam, batuk yang hilang timbul, anoreksia, lesu, kurang nafsu makan, hemoptysis.
3.      Integumen
Demam, udara dingin.
4.      Gastrointestinal
Kehilangan berat badan
5.      Respirasi
Batuk, Efusi Pleural, Klasifikasi pada hasil pemeriksaan radiologi
6.      Neurologi
Meningitis.
7.      Muskuloskeletal
Infeksi Tulang.
1.      Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan jaringan paru.
2.      Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan adanya batuk, nyeri dada.
3.      Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan adanya secret.
4.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan  anoreksia.
5.      Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan.
6.      Resiko penyebarluasan infeksi berhubungan dengan organisme virulen.
7.      Gangguan aktivitas diversional berhubungan dengan isolasi dari kelompok sebaya.
1.      Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan jaringan paru.
Tujuan : Meningkatkan pertukaran gas yang adekuat.
Intervensi :
•    Monitor tanda-tanda vital
•    Observasi adanya sianosis pada mulut
•    Kaji irama, kedalaman, dan ekspansi pernafasan
•    Lakukan auskultasi suara nafas
•    Ajarkan cara bernafas efektif
•    Berikan oksigen sesuai indikasi
•    Monitor hasil analisa gas darah
2.      Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan adanya batuk, nyeri dada.
Tujuan : Meningkatkan pola nafas yang efektif
Intervensi :
•    Kaji ulang status pernafasanya ( irama, kedalaman, , suara nafas , penggunaan otot Bantu pernafasan, bernafas melalui mulut)
•    Kaji ulang Tanda-tanda vital
•    Berikan posisi tidur semi fowler/fowler
•    Anjurkan untuk banyak minum
•    Berikan oksigen sesuai indikasi
3.      Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan adanya secret.
Tujuan : Meningkatkan kepatenan jalan nafas
Intervensi :
•    Kaji ulang status pernafasanya ( irama, kedalaman, , suara nafas , penggunaan otot Bantu pernafasan, bernafas melalui mulut)
•    Kaji ulang Tanda-tanda vital
•    Berikan posisi tidur semi fowler/fowler
•    Anjurkan untuk banyak minum
•    Berikan oksigen sesuai indikasi
•    Berikan obat-obat yang dapat meningkatkan efektifnya jalan nafas seperti: bronkhodilator.
4.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan  anoreksia.
Tujuan : Terpenuhinya kebutuhan nutrisi
Intervensi :
•    Kaji ketidakmampuan anak untuk makan
•    Berikan anak makanan yang disertai suplemen nutrisi untuk meningkatkan kualitas intake nutrisi
•    Kolaborasi untuk pemberian nutrisi parenteral jika kebutuhan nutrisi melalui oral tidak mencukupi
•    Kaji ulang berat badan, lingkar lengan , membran mukosaAnjurkan orang tua untuk memberikan makanan dengan porsi kecil tapi sering.
•    Pertahankan kebersihan mulut anak.
5.      Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan.
Tujuan : Suhu tubuh normal
Intervensi :
•    Monitor suhu tubuh anak untuk mengetahui peningkatan suhu
•    Berikan intake cairan adekuat
•    Berikan kompres bila perlu
•    Kolaborasi pemberian antipiretik dan antibiotik.
6.      Resiko penyebarluasan infeksi berhubungan dengan organisme virulen.
Tujuan: Perluasan infeksi tidak terjadi
Intervensi :
•    Tempatkan anak pada ruang khusus
•    Pertahankan isolasi yang ketat di rumah sakit pada anak dengan TB.aktif
•    Gunakan prosedur perlindungan infeksi jika melakukan kontak dengan anak.
•    lakukan uji tuberculin
•    Berikan anti tuberculosis sesuai order.
7.      Gangguan aktivitas diversional berhubungan dengan isolasi dari kelompok sebaya.
Tujuan : Anak dapat melakukan aktivitas sesuai dengan usia dan tugas perkembangan selama menjalani isolasi dari teman sebaya atau anggota keluarga.
Intervensi :
•    Berikan aktifitas ringan yang sesuai dengan usia anak ( permainan, keterampilan tangan,, video game, televisi)
•    Berikan makanan yang menarik untuk memberikan stimulus yang bervariasi bagi anak.
•    Libatkan anak dengan mengatur jadual harian dan memilih aktifitas yang diinginkan.
•    Ijinkan anak untuk mengerjakan tugas sekolah selama di rumah sakit
•    Anjurkan anak untukberhubungan dengan teman melalui telepon jika memungkinkan.


BAB 4

PENUTUP

Tuberculosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan bakteri berbentuk batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium Tuberculosis.
1.      Usia
Usia bayi mungkin besar mudah terinfeksi karena imaturitas imun tubuh bayi. Pada masa puber dan remaja terjadi masa pertumbuhan cepat namun kemungkinan mengalami infeksi cukup tinggi karena asupan nutrisi tidak adekuat.
2.      Jenis Kelamin
Angka kematian dan kesakitan lebih banyak terjadi pada anak perempuan pada masa akhir kanak – kanak dan remaja.
3.      Herediter
Daya tubuh seseorang diturunkan secara genetik.
4.      Keadaan Stres
Situasi yang penuh stres menyebabkan kurangnya asuupan nutrisi sehingga daya tahan tubuh menurun.
5.      Anak yang mendapatkan terapi kortikosteroid
Kemungkinan mudah terinfekdi karena daya tahan tubuh anak ditekan oleh obat kortikosteroid.

1.      Bagi pihak rumah sakit hendaknya menyediakan fasilitas-fasilitas yang lebih lengkap sehingga dapat menangani anak yang terkena TB Paru.
2.      Bagi mahasiswa hendaknya lebih giat dalam mencari ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan Penyakit TB Paru pada anak.
3.      Diharapkan kepada pihak Akademik dan Dosen agar lebih efektif dalam menyediakan buku-buku yang berhubungan dengan Penyakit TB Paru anak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar