Sabtu, 07 November 2015

Askep infeksi nifas



BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Infeksi nifas merupakan morbiditas dan mortalitas bagi ibu pasca bersalin. Derajat komplikasi masa nifas bervariasi. Asuhan masa nifas diperlukan dalam periode masa nifas karena merupakan masa kritis baik ibu maupun bayi. Diperkirakan bahwa 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan dan 50% kematian masa nifas terjadi dalam 24 jam pertama pasca persalinan (Saifuddin, 2006).
Penanganan umum selama masa nifas antara lain antisipasi setiap kondisi (faktor predisposisi dan masalah dalam proses persalinan) yang dapat berlanjut menjadi penyulit atau komplikasi dalam masa nifas, memberikan pengobatan yang rasional dan efektif bagi ibu yang mengalami infeksi nifas, melanjutkan pengamatan dan pengobatan terhadap masalah atau infeksi yang dikenali pada saat kehamilan maupun persalinan, jangan pulangkan penderita apabila masa kritis belum terlampau, memberi catatan atau intruksi untuk asuhan mandiri di rumah, gejala-gejala yang harus diwaspadai dan harus mendapat pertolongan dengan segera serta memberikan hidrasi oral atau IV secukupnya (Saifuddin, 2006). 

B.     TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
    Untuk memahami tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan infeksi nifas terutama pada infeksi daerah genetalia.
2. Tujuan Khusus
a.       Untuk mengetahui tentang konsep dasar teori dari infeksi nifas.
b.      Untuk mengetahui asuhan keperawatan teoritis pada pasien dengan infeksi nifas yang meliputi pengkajian, diagnosa, dan intervensi keperawatan.


BAB II
KONSEP DASAR
                         
A.    PENGERTIAN
Infeksi nifas adalah infeksi pada dan melalui traktus genitalis setelah persalinan. (Saifuddin, 2006)
Infeksi masa nifas (peurperalis) adalah infeksi pada dan melalui traktus genetalis setelah persalinan. Suhu 38o C atau lebih yang terjadi antara hari ke 2 – 10 postpartum dan diukur peroral sedikitnya empat kali sehari. (Siti Saleha : 2009, 96)
Infeksi nifas adalah semua peradangan yang disebabkan oleh masuknya kuman-kuman ke dalam alat genetalia pada waktu persalinan dan nifas. (Eny Retna : 2008, 122)
Infeksi nifas (infeksi puerperalis) adalah infeksi luka jalan lahir pasca persalinan, biasanya dari endometrium bekas insersi plasenta. Demam dalam nifas sebagian besar disebabkan infeksi nifas, maka demam dalam nifas merupakan gejala penting penyakit ini. Demam dalam nifas sering juga disebut morbiditas nifas merupakan index kejadian infeksi nifas. Demam dalam nifas selain oleh infeksi nifas dapat juga disebabkan oleh pyelitis, Infeksi jalan pernafasan, malaria, typhus dan lain-lain. (Krisnadi, R. Sofie, 2005)
Istilah infeksi nifas mencakup semua peradangan yang disebabkan oleh masuknya kuman – kuman ke dalam alat – alat genital pada waktu persalinan dan nifas.Masuknya kuman – kuman dapat terjadi dapat terjadi dalam kehamilan, waktu persalinan dan nifas. Demam nifas adalah demam dalam masa nifas oleh sebab apapun. Morbiditas puerpuralis adalah kenaikan suhu badan sampai 38C atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama postpartum, kecuali pada hari pertama. Suhu diukur 4 kali sehari secara oral (dari mulut). (Wiknjosastro, 2006)
Infeksi masa nifas (pireksia nifas) didefinisikan sebagai kenaikan suhu tubuh sampai 38C atau lebih, yang berlangsung selama 24 jam atau kambuh kembali sejak akhir 1 sampai akhir hari ke 10 setelah melahirkan atau abortus. (Jones, L. Derek, 2002)

B.     ETIOLOGI
Infeksi nifas dapat disebabkan oleh masuknya kuman ke dalam organ kandungan maupun kuman dari luar yang sering menyebabkan infeksi. Berdasarkan masuknya kuman ke dalam organ kandungan terbagi menjadi : (Lusa, 2011)
1.      Eksogen (kuman datang dari luar)
2.      Autogen (kuman datang dari tempat lain)
3.      Endogen (kuman datang dari jalan lahir sendiri)
Bakteri yang menyebabkan infeksi nifas antara lain :
1.      Streptococcus haemolyticus aerobicus. Streptokokkus ini merupakan infeksi yang berat, khususnya golongan A. Infeksi ini biasanya eksogen (dari penderita lain, alat atau kain yang tidak steril, infeksi tenggorokan orang lain).
2.      Stapilococcus aureus. Kuman ini biasanya menyebabkan infeksi terbatas, walaupun kadang – kadang menjadi sebab infeksi umum. Stapilokokkus banyak ditemukan di rumah sakit dan dalam tenggorokan orang – orang yang nampaknya sehat.
3.      Escherichia coli. Kuman ini umumnya berasal dari kandung kemih atau rectum dan dapat menyebabkan infeksi terbatas pada perineum, vulva, dan endometrium. Kuman ini merupakan sebab penting infeksi traktus urinarius.
4.      Clostridium welchii. Infeksi dengan kuman ini, yang bersifat anerobik jarang ditemukan, akan tetapi sangat berbahaya. Infeksi lebih sering terjadi pada abortus kriminalis dan partus yang ditolong oleh dukun. (Wiknjosastro, 2006)
Masalah dalam pemberian ASI adalah :
1.      Puting susu lecet yang disebabkan kesalahan dalam teknik menyusui, akibat dari pemakaian sabun, alkohol, krim, atau zat iritan lainnya untuk mencuci puting susu, bayi dengan tali lidah yang pendek sehingga menyebabkan bayi sulit mengisap sampai ke kalang payudara dan isapan hanya pada puting susu saja, dan bisa terjadi karena ibu menghentikan menyusui dengan kurang hati-hati.
2.      Payudara bengkak (engorgement) terjadi karena ASI tidak disusui dengan adekuat, sehingga ASI terkumpul pada sistem duktus yang mengakibatkan terjadinya pembengkakan.
3.      Saluran susu tersumbat dikarenakan tekanan jari ibu yang kuat pada waktu menyusui, pemakaian bra yang terlalu ketat, komplikasi payudara bengkak mengakibatkan sumbatan.
4.      Mastitis disebabkan payudara bengkak tidak disusui secara adekuat, puting lecet akan memudahkan masuknya kuman, dan saluran susu tersumbat.
5.      Abses payudara disebabkan karena meluasnya peradangan dalam payudara tersebut.
Infeksi saluran kemih disebabkan akibat trauma kandung kemih waktu persalinan, pemeriksaan dalam yang terlalu sering, kontaminasi kuman dari perinium atau kateterisasi yang sering
(Sitti Saleha, 2009)

C.     TANDA DAN GEJALA
Infeksi akut yang menyerang genetalia ditandai dengan demam, sakit didaerah infeksi, berwarna kemerahan, fungsi organ tersebut terganggu. Gambaran klinis infeksi nifas dapat berbentuk :
a.    Infeksi lokal
Pembengkakan luka episiotomi, terjadi penanahan, perubahan warna kulit, pengeluaran lochea bercampur nanah, mobilisasi terbatas karena rasa nyeri, temperatur badan dapat meningkat.
b.    Infeksi umum
Tampak sakit dan lemah, tekanan darah menurun dan nadi dan suhu meningkat, kesadaran gelisah sampai menurun, terjadi gangguan involusi uterus, lochea berbau dan bernanah serta kotor.
( Eny Retna, 2008 : 124 )
            Infeksi yang menyerang pada payudara meliputi : fisura di puting susu yang terinfeksi biasanya merupakan lesi awal. Peradangan edema dan pembengkakan payudara segera akan menyumbat aliran air susu. Menggigil, demam, malaise, dan nyeri tekan pada payudara bisa ditemukan. ( Bobak, Lowdermilk, Jensen 2004)
Infeksi pada saluran kemih yaitu sistitis biasanya memberikan gejala berupa nyeri berkemih (disuria), sering berkemih, dan tidak dapat menahan untuk berkemih. Demam biasanya jarang terjadi. Adanya retensi urine pasca persalinan umumnya merupakan tanda adanya infeksi. Pielonefritis memberikan gejala yang lebih berat, demam, menggigil, serta perasaan mual dan muntah. Selain disuria, dapat juga terjadi piuria dan hematuria. ( Sitti Saleha, 2009 )

D.    KLASIFIKASI
Infeksi yang menyerang pada organ genetalia dibagi menjadi 2 yaitu :
1.      Infeksi yang terbatas pada luka (perineum, vulva, vagina, serviks, endometrium) antara lain:
a.     Vulvitis
Vulvitis adalah infeksi pada vulva. Vulvitis pada ibu pasca melahirkan terjadi di bekas sayatan episiotomi atau luka perineum. Tepi luka berwarna merah dan bengkak, jahitan mudah lepas, luka yang terbuka menjadi ulkus dan mengeluarkan nanah.
b.    Vaginitis
Vaginitis merupakan infeksi pada daerah vagina. Vaginitis pada ibu pasca melahirkan terjadi secara langsung pada luka vagina atau luka perineum. Permukaan mukosa bengkak dan kemerahan, terjadi ulkus dan getah mengandung nanah dari daerah ulkus.
c.     Servitis
Infeksi yang sering terjadi pada daerah servik, tapi tidak menimbulkan banyak gejala. Luka serviks yang dalam dan meluas dan langsung ke dasar ligamentum latum dapat menyebabkan infeksi yang menjalar ke parametrium.
d.    Endometritis
Endometritis paling sering terjadi. Biasanya demam mulai 48 jam postpartum dan bersifat naik turun. Kuman–kuman memasuki endometrium (biasanya pada luka insersio plasenta) dalam waktu singkat dan menyebar ke seluruh endometrium. Pada infeksi setempat, radang terbatas pada endometrium. Jaringan desidua bersama bekuan darah menjadi nekrosis dan mengeluarkan getah berbau yang terdiri atas keping-keping nekrotis dan cairan. Pada infeksi yang lebih berat batas endometrium dapat dilampaui dan terjadilah penjalaran.
2.      Infeksi yang menjalar dari luka jaringan sekitarnya (tromboflebitis, parametritis, salpingitis, dan peritonitis) antara lain :
a.       Trombofeblitis
Penjalaran infeksi melalui vena sering terjadi dan merupakan penyebab terpenting dari kematian karena infeksi puerpalis. Radang vena golongan 1 disebut tromboflebitis pelvis dan infeksi vena golongan 2 disebut tromboflebitis femoralis.
b.      Parametritis
Parametritis adalah infeksi pada parametrium. Parametrium adalah jaringan renggang yang ditemukan di sekitar uterus. Jaringan ini memanjang sampai ke sisi-sisi serviks dan ke pertengahan lapisan-lapisan ligamen besar.
c.       Salpingitis
Salpingitis adalah infeksi dan peradangan di saluran tuba . Hal ini sering digunakan secara sinonim dengan penyakit radang panggul, meskipun PID tidak memiliki definisi yang akurat dan dapat merujuk pada beberapa penyakit dari saluran kelamin wanita bagian atas, seperti endometritis, ooforitis, metritis, parametritis dan infeksi pada peritoneum panggul.
d.      Peritonitis adalah peradangan peritoneum yang biasanya disebabkan oleh infeksi.
( Sitti Saleha, 2009 )

E.     PATOFISIOLOGI
Setelah persalinan, tempat bekas perlekatan plasenta pada dinding rahim merupakan luka yang  cukup besar untuk masuknya mikroorganisme.
Patologi infeksi puerperalis sama dengan infeksi luka. Infeksi itu dapat:
1.    Terbatas pada lukanya (infeksi luka perineum, vagina, serviks, atau endometrium).
2.    Infeksi itu menjalar dari luka jaringan sekitarnya (tromboflebitis, parametritis, salpingitis, dan peritonitis). (Krisnadi, 2005)
Setelah kala III, daerah bekas insersio plasenta merupakan sebuah luka dengan diameter kira – kira 4 cm. Permukaannya tidak rata, berbenjol – benjol karena banyaknya vena yang ditutupi trombus. Daerah ini merupakan tempat yang baik untuk tumbuhnya kuman – kuman dan masuknya jenis – jenis yang patogen dalam tubuh wanita. Serviks sering mengalami perlukaan pada persalinan, demikian juga vulva, vagina, dan perineum, yang semuanya merupakan tempat masuknya kuman – kuman patogen. Proses radang dapat terbatas pada luka – luka tersebut atau dapat menyebar di luar luka asalnya. (Eny Retna : 2008, 123)

F.      PELAKSANAAN
1.   Pencegahan infeksi nifas pada organ genetalia :
a.    Anemia diperbaiki selama kehamilan. Berikan diit yang baik. Koitus pada kehamilan tua sebaiknya dilarang
b.   Membatasi masuknya kuman di jalan lahir selama persalinan
c.    Jaga persalinan agar tidak berlarut-larut. Selesaikan persalinan dengan trauma sesedikit mungkin. Cegah perdarahan banyak dan penularan penyakit dari petugas dalam kamar bersalin. Alat-alat persalinan harus steril dan lakukan pemeriksaan hanya bila perlu dan atas indikasi yang tepat
Penanganan infeksi nifas pada organ genetalia :
a.    Suhu harus diukur dari mulut sedikitnya 4 kali sehari
b.   Berikan terapi antibiotik
c.    Perhatikan diet
d.   Lakukan transfusi darah bila perlu
e.    Hati-hati bila ada abses, jaga supaya nanah tidak masuk ke dalam rongga perinium
(Wiknjosastro, 2006)
2.    Jika ibu menyusui:
a.          Sebelum menyusui, pijat payudara dengan lembut, mulailah dari luar kemudian perlahan-lahan bergerak ke arah puting susu dan lebih berhati-hati pada area yang mengeras.
b.         Menyusui sesering mungkin dengan jangka waktu selama mungkin, susui bayi dengan payudara yang sakit jika ibu kuat menahannya, karena bayi akan menyusui dengan penuh semangat pada awal sesi menyususi, sehingga bisa mengeringkannya dengan efektif.
c.          Lanjutkan dengan mengeluarkan ASI dari payudara itu setiap kali selesai menyusui jika bayi belum benar-benar menghabiskan isi payudara yang sakit tersebut.
d.         Tempelkan handuk halus yang sudah dibasahi dengan air hangat pada payudara yang sakit beberapa kali dalam sehari (atau mandi dengan air hangat beberapa kali), lakukan pemijatan dengan lembut di sekitar area yang mengalami penyumbatan kelenjar susu dan secara perlahan-lahan turun ke arah puting susu.
e.       Kompres dingin pada payudara di antara waktu menyusui.
f.       Bila diperlukan berikan parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam.
g.      Lakukan evaluasi setelah 3 hari untuk mengevaluasi hasilnya.
Jika ibu tidak menyusui :
a.       Gunakan bra yang menopang
b.      Kompres dingin pada payudara untuk mengurangi bengkak dan nyeri.
c.       Berikan parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam.
d.      Jangan dipijat atau memakai kompres hangat pada payudara.
e.       Lakukan evaluasi setelah 3 hari untuk mengevaluasi hasilnya.
3.   Penanganan infeksi saluran kemih yang ideal adalah agens antibacterial yang secara efektif menghilangkan bakteri dari traktus urinarius dengan efek minimal terhadap flora fekal dan vagina. Terapi dapat dibedakan atas terapi antibiotika dosis tunggal, terapi antibiotika konversial, terapi jangka lama, terapi dosis rendah untuk supresi. Pencegahan yang dapat diberikan adalah menjaga kebersihan sekitar saluran kemih, membasuhi air dari atas ke bawah setelah buang air kecil maupun buang air besar. Semaksimalkan untuk membersihkan bagian organ saluran kemih.
( Sitti Saleha, 2009 )

G.    PATHWAY
Terlampir

BAB III
KONSEP KEPERAWATAN

A.    DATA FOKUS
1.        Pengkajian
a.    Identitas Klien
b.    Riwayat kesehatan
1)   Riwayat kesehatan dahulu
Kemungkinan klien pernah menderita infeksi tenggorokan
2)   Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya klien mengeluh badan lemah, demam, nadi cepat, nafas sesak, badan menggigil, gelisah, nyeri pada daerah luka operasi
3)   Riwayat Kesehatan Keluarga
Kemungkinan salah satu anggota keluarga ada yang menderita infeksi tenggorokan 
c.     Pemeriksaan Fisik
1)  Aktivitas / istirahat
Biasanya klien mengeluh malaise, letargi, kelelahan / keletihan yang terus menerus (persalinan lama, stressor pasca partum multiple)
2)  Sirkulasi
Biasanya tachikardi dari berat sampai bervariasi
3)  Eliminasi
Biasanya BAB klien diare / konstipasi
4)  Makanan / Cairan
Biasanya anoreksia, mual / muntah, haus, membran mukosa kering, distensi abdomen, kekakuan, nyeri lepas
5)  Neurosensori
Biasanya klien mengeluh sakit kepala
6)  Pernafasan
Biasanya pernafasan cepat / dangkal

7)  Nyeri / Ketidaknyamanan
Biasanya nyeri abdomen bawah / uteri, nyeri tekan / nyeri local, disuria, ketidaknyamanan abdomen, sakit kepala
8)  Integritas Ego
Biasanya klien ansietas, gelisah
9)  Keamanan
Biasanya terjadi peningkatan suhu tubuh yang merupakan tanda infeksi dan dapat pula terjadi menggigil berat atau berulang
10)              Seksualitas
Biasanya pecah ketuban dini / lama, persalinan lama, subinvolusi uterus mungkin ada, lochea bau busuk dan banyak / berlebihan, tepi insisi kemerahan, edema, keras, nyeri tekan / memisah dengan drainase purulen.
d.   Kebiasaan Sehari – hari
1)      Kebiasaan perorangan
Biasanya kebersihan perorangan tidak terjaga sehingga kuman –  kuman mudah masuk / pathogen ada dalam tubuh.
2)      Makan / Minum
Biasanya klien mengeluh anoreksia, mual / muntah, sering merasahaus.
3)      Tidur
Biasanya tidur klien mengalami gangguan karena suhu badan meningkat dan badan menggigil
e.    Data Sosial Ekonomi
Biasanya penyakit ini banyak ditemukan pada ekonomi rendah dengan stressor bersamaan
f.     Data Psikologis
Biasanya klien dengan penyakit ini gelisah karena terjadinya peningkatan suhu tubuh dan nyeri tekan pada abdomen 
2.      Head to Toe
a.    Payudara dan putting susu
1)   Simetris/tidak
2)   Konsistensi ada pembengkakan/tidak
3)   Puting menonjol/tidak, lecet/tidak
b.    Abdomen
1)   Uterus
Normal :
a) kokoh, berkontraksi baik
b) tidak berada diatas ketinggian fundal saat masa nifas segera.
Abnormal :
a) lembek
b) diatas ketinggian fundal saat masa nifas segera.
2) Kandung kemih : bisa buang air/tak bisa buang air
c.    Keadaan genitalia
1) Lochea
Normal :
a)    Merah hitam (lochea rubra)
b)   Bau biasa
c)    Tidak ada bekuan darah atau butir-butir darah beku
d)   Jumlah perdarahan yang ringan atau sedikit (hanya perlu mengganti pembalut setiap 3-5 jam)
Abnormal :
a)    Merah terang
b)   Bau busuk
c)    Mengeluarkan darah beku
d)   Perdarahan hebat ?(memerlukan penggantian pembalut setiap 0-2 jam)
2)   Perinium
  Edema, inflamasi, hematoma, pus, bekas luka episiotomi/robek, jahitan, memar, hemorrhoid (wasir/ambeien).
3)   Keadaan anus : haemoroid
d.   Ekstremitas : varises, betis apakah lemah dan panas, edema, reflek
e.    Kulit : pasien biasanya dengan kulit kemerahan, bengkak

B.     DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.   Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis
2.   Hipertermi berhubungan dengan penyakit
3.   Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan pemajanan terhadap patogen
4.   Ansietas berhubungan dengan infeksi
5.   Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kesalahan intepretasi informasi
6.   Kekurangan volume cairan berhubungan dengan poliuria
7.   Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan infeksi: lesi, abses, episiotomi
8.   Gangguan citra tubuh berhubungan dengan cedera

C.     PERENCANAAN
1.    Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis
Tujuan         : Rasa nyaman nyeri dapat teratasi
Kriteria       : a. Mampu mengontrol nyeri
b. Mampu menggunakan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri
c.  Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
            Intervensi    :
a.    Kaji lokasi dan sifat ketidaknyamanan / nyeri
b.    Berikan instruksi mengenal nyeri (skala, intensitas, frekuensi)
c.    Instruksikan klien dalam melakukan teknik relaksasi, memberikan aktivitas pengalihan seperti : radio, televisi, membaca
d.   Kurangi faktor presipitasi nyeri
e.    Kolaborasi : 
1)   Berikan analgetik / antipiretik
2)   Berikan kompres panas local
3)   Jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
f.     Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
g.    Tingkatkan istirahat
h.    Monitor penerimaan pasien tetang manjemen nyeri
2.    Hipertermi berhubungan dengan penyakit
Tujuan         : Suhu tubuh normal
Kriteria       : a. Tidak ada tanda – tanda peningkatan suhu tubuh
                          b. TTV dalam batas normal
Intervensi    :
a.    Monitor suhu sesering mungkin
b.    Monitor warna dan suhu kulit
c.    Monitor TTV
d.   Monitor penurunan tingkat kesadaran
e.    Monitor intake dan output
f.     Kompres hangat
g.    Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antipiretik dan antibiotic
h.    Tingkatkan sirkulasi udara
i.      Anjurkan untuk banyak minum air putih
3.    Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi berhubungan dengan pemajaman terhadap patogen
Tujuan         : Klien akan mengambil tindakan untuk mencegah / menurunkan resiko penyebaran infeksi
Kriteria       : a. Suhu tubuh dalam batas normal
b.    Lekosit dalam batas normal
c.    pengetahuan meningkat mengenai resiko infeksi dan pencegahannya
Intervensi : 
a.    Kaji patologi penyakit dan potensial penyebaran infeksi
b.    Awasi suhu sesuai indikasi
c.    Pertahankan kebijakan mencuci tangan dengan ketat untuk staf, klien dan pengunjung
d.   Anjurkan/ demonstrasikan pembersihan perineum yang benar setelah berkemih, defekasi dan sering ganti balutan 
e.    Demonstrasikan masase fundus yang tepat 
f.     Monitor TTV 
g.    Observasi tanda infeksi lain 
h.    Kolaborasi : Pantau pemeriksaan laboraturium
4.      Ansietas berhubungan dengan infeksi
Tujuan
         : Klien dapat mengungkapkan secara verbal rasa cemasnya    dan mengatakan perasaan cemas berkurang atau hilang
Kriteria         : a. Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan teknik untuk mengontrol cemas
b.         Vital sign normal
c.         Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh menunjukkan berkurangnya kecemasan
Intervensi    :
                                     a.     Gunakan pendekatan yang menyenangkan
                                     b.     Kaji respon psikologis klien terhadap perdarahan paska persalinan
                                     c.     Kaji respon fisiologis klien ( takikardia, takipnea, gemetar )
                                    d.     Perlakukan pasien secara lembut, empati, serta sikap mendukung
                                     e.     Berikan informasi tentang perawatan dan pengobatan
                                      f.     Bantu klien mengidentifikasi rasa cemasnya
                                     g.     Kaji mekanisme koping yang digunakan klien
                                     h.     Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut
                                       i.     Dorong keluarga untuk menemani anak
                                       j.     Dengarkan dengan penuh perhatian
                                     k.     Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
                                       l.     Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi
                                   m.     Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
                                     n.     Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat untuk mengurangi kecemasan
5.    Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kesalahan intepretasi informasi
Tujuan         : Pasien dan keluarga paham tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan
Kriteria       : a. Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar
b.         Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/ tim kesehatan lainnya
Intervensi :
a.    Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang spesifik
b.    Jelaskan patofisiologi dari penyakit
c.    Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat
d.   Identifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat
e.    Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi
f.     Sediakan bagi keluarga informasi tentang kemajuan pasien
g.    Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit
h.    Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
6.    Kekurangan volume cairan berhubungan dengan poliuria
Tujuan         : Klien mampu mempertahankan urine output
Kriteria       : a. TTV normal
b. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa lembab
Intervensi :
a.    Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
b.    Monitor status dehidrasi
c.    Monitor vital sign
d.   Monitor status nutrisi
e.    Dorong masukan oral
f.     Atur kemungkinan transfusi
g.    Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian cairan IV
7.  Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan infeksi: lesi, abses, episiotomi
     Tujuan         : Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan
     Kriteria       : a. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperature, hidrasi, pigmentasi)
b. Tidak ada luka/lesi pada kulit
c. Perfusi jaringan baik
d. Mampu melindungi kulit dan mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami
Intervensi    :
            a.       Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
            b.      Hindari kerutan pada daerah yang lesi
            c.       Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
            d.      Monitor kulit akan adanya kemerahan
            e.       Monitor status nutrisi pasien
f.       Membersihkan, memantau dan meningkatkan proses penyembuhan pada luka yang ditutup dengan jahitan
            g.      Monitor proses kesembuhan area insisi
            h.      Gunakan preparat antiseptic sesuai program
8. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan cedera
     Tujuan         : Klien memiliki body image positif
     Kriteria       : a. Mampu mengidentifikasi kekuatan personal
b. mendiskripsikan secara faktual perubahan fungsi tubuh
     Intervensi    :
a.    Kaji secara verbal dan non verbal respon klien terhadap tubuhnya
b.   Monitor frekuensi mengkritik dirinya
c.    Jelaskan tentang pengobatan, perawatan, kemajuan dan prognosis penyakit
d.   Dorong klien mengungkapkan perasaannya
e.    Berikan lingkungan yang tenang untuk pasien
f.    Berikan motivasi untuk pasien
g.   Berikan ketenangan untuk pasien tentang penyakitnya
h.   Dorong keluarga untuk menerima kondisi pasien
( NANDA, NICNOC 2013)

 
BAB IV
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Luka-luka pascapersalinan harus dirawat dengan baik. Menjaga kebersihan pada bekas luka mutlak dilakukan. Alat-alat, pakaian, dan kain yang dikenakan ibu harus benar-benar dijaga kebersihannya. Hal lain yang juga harus diwaspadai selama masa nifas selain infeksi adalah terjadinya anemia. Bila ibu mengalami perdarahan yang sangat banyak, atau sudah terjadi anemia selama masa kehamilan, hal ini dikhawatirkan akan mempengaruhi proses kontraksi pada rahim untuk kembali seperti semula. Ini terjadi karena darah tak cukup memberikan oksigen ke rahim. Bila anemia hanya ringan, maka untuk mengatasinya cukup dengan mengonsumsi makanan kaya zat besi. Namun bila kondisinya sangat parah, dokter akan melakukan transfusi darah.

B.     SARAN
Supaya tidak terjadi infeksi pada masa nifas, saat hamil cegah jangan sampai terjadi anemia, malnutrisi, serta munculnya penyakit-penyakit yang diderita ibu. Sebaiknya juga tidak melakukan, mengurangi, atau melakukan dengan hati-hati hubungan seksual saat hamil tua karena bisa menyebabkan pecahnya ketuban dan menjadi jalan masuk kuman penyebab infeksi ke dalam jalan lahir.


 DAFTAR PUSTAKA

Saifuddin, Bari. (2006). “Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal”. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Sitti Saleha. (2009). “Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas”. Jakarta: Salemba Medika
Krisnadi, Sofie R. (2005). “Patologi Nifas”. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Wiknjosastro, Hanifa. (2006). “Ilmu Kebidanan”. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Eny, Retna. (2008). “Asuhan Kebidanan Nifas”. Jogjakarta: Mitra Cendekia Offset
Jones, L. Derek. (2002). “Setiap Wanita”. Jakarta: Dela Pratasa
Lusa. (2011). Infeksi nifas [Internet] Bersumber dari: <http://www.lusa.web.id/infeksi-masa-nifas/> Diakses tanggal 4 Januari 2012
Bobak, Lowdermilk, Jensen. (2004). “Buku Ajar Keperawatan Maternitas”. Jakarta: EGC