BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Infeksi nifas merupakan morbiditas dan
mortalitas bagi ibu pasca bersalin. Derajat komplikasi masa nifas bervariasi.
Asuhan masa nifas diperlukan dalam periode masa nifas karena merupakan masa
kritis baik ibu maupun bayi. Diperkirakan bahwa 60% kematian ibu akibat
kehamilan terjadi setelah persalinan dan 50% kematian masa nifas terjadi dalam
24 jam pertama pasca persalinan (Saifuddin, 2006).
Penanganan umum selama masa nifas antara
lain antisipasi setiap kondisi (faktor predisposisi dan masalah dalam proses
persalinan) yang dapat berlanjut menjadi penyulit atau komplikasi dalam masa
nifas, memberikan pengobatan yang rasional dan efektif bagi ibu yang mengalami
infeksi nifas, melanjutkan pengamatan dan pengobatan terhadap masalah atau
infeksi yang dikenali pada saat kehamilan maupun persalinan, jangan pulangkan
penderita apabila masa kritis belum terlampau, memberi catatan atau intruksi
untuk asuhan mandiri di rumah, gejala-gejala yang harus diwaspadai dan harus
mendapat pertolongan dengan segera serta memberikan hidrasi oral atau IV
secukupnya (Saifuddin, 2006).
B. TUJUAN
PENULISAN
1.
Tujuan Umum
Untuk memahami tentang asuhan keperawatan
pada pasien dengan infeksi nifas
terutama pada infeksi daerah genetalia.
2.
Tujuan Khusus
a. Untuk
mengetahui tentang konsep dasar teori dari infeksi nifas.
b. Untuk
mengetahui asuhan keperawatan teoritis pada pasien dengan infeksi nifas yang
meliputi pengkajian, diagnosa, dan intervensi keperawatan.
BAB
II
KONSEP
DASAR
A. PENGERTIAN
Infeksi nifas adalah infeksi pada dan
melalui traktus genitalis setelah persalinan.
(Saifuddin, 2006)
Infeksi masa nifas (peurperalis) adalah infeksi
pada dan melalui traktus genetalis setelah persalinan. Suhu 38o C
atau lebih yang terjadi antara hari ke 2 – 10 postpartum dan diukur peroral
sedikitnya empat kali sehari. (Siti Saleha : 2009, 96)
Infeksi nifas adalah semua peradangan yang
disebabkan oleh masuknya kuman-kuman ke dalam alat genetalia pada waktu persalinan
dan nifas. (Eny Retna : 2008, 122)
Infeksi nifas (infeksi puerperalis)
adalah infeksi luka jalan lahir pasca persalinan, biasanya dari endometrium
bekas insersi plasenta. Demam dalam nifas sebagian besar disebabkan infeksi
nifas, maka demam dalam nifas merupakan gejala penting penyakit ini. Demam dalam
nifas sering juga disebut morbiditas nifas merupakan index kejadian infeksi
nifas. Demam dalam nifas selain oleh infeksi nifas dapat juga disebabkan oleh
pyelitis, Infeksi jalan pernafasan, malaria, typhus dan lain-lain. (Krisnadi, R. Sofie, 2005)
Istilah infeksi nifas mencakup semua
peradangan yang disebabkan oleh masuknya kuman – kuman ke dalam alat – alat
genital pada waktu persalinan dan nifas.Masuknya kuman – kuman dapat terjadi
dapat terjadi dalam kehamilan, waktu persalinan dan nifas. Demam nifas adalah
demam dalam masa nifas oleh sebab apapun. Morbiditas puerpuralis adalah
kenaikan suhu badan sampai 38C atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama
postpartum, kecuali pada hari pertama. Suhu diukur 4 kali sehari secara oral (dari
mulut). (Wiknjosastro,
2006)
Infeksi masa nifas (pireksia nifas)
didefinisikan sebagai kenaikan suhu tubuh sampai 38C atau lebih, yang
berlangsung selama 24 jam atau kambuh kembali sejak akhir 1 sampai akhir hari
ke 10 setelah melahirkan atau abortus.
(Jones, L. Derek, 2002)
B. ETIOLOGI
Infeksi nifas dapat disebabkan oleh masuknya kuman ke dalam organ kandungan
maupun kuman dari luar yang sering menyebabkan infeksi. Berdasarkan masuknya
kuman ke dalam organ kandungan terbagi menjadi : (Lusa, 2011)
1.
Eksogen (kuman datang dari luar)
2.
Autogen (kuman datang dari tempat
lain)
3.
Endogen (kuman datang dari jalan
lahir sendiri)
Bakteri yang
menyebabkan infeksi nifas antara lain :
1.
Streptococcus haemolyticus aerobicus.
Streptokokkus ini merupakan infeksi yang berat, khususnya golongan A. Infeksi
ini biasanya eksogen (dari penderita lain, alat atau kain yang tidak steril, infeksi tenggorokan orang
lain).
2.
Stapilococcus aureus. Kuman ini biasanya menyebabkan
infeksi terbatas, walaupun kadang – kadang menjadi sebab infeksi umum.
Stapilokokkus banyak ditemukan di rumah sakit dan dalam tenggorokan orang –
orang yang nampaknya sehat.
3.
Escherichia coli. Kuman ini umumnya berasal dari
kandung kemih atau rectum dan dapat menyebabkan
infeksi terbatas pada perineum, vulva, dan endometrium. Kuman ini merupakan
sebab penting infeksi traktus urinarius.
4.
Clostridium welchii. Infeksi dengan kuman ini, yang
bersifat anerobik jarang ditemukan, akan tetapi sangat berbahaya. Infeksi lebih
sering terjadi pada abortus kriminalis dan partus yang ditolong oleh dukun. (Wiknjosastro,
2006)
Masalah dalam pemberian ASI adalah :
1.
Puting susu lecet yang disebabkan
kesalahan dalam teknik menyusui, akibat dari pemakaian sabun, alkohol, krim,
atau zat iritan lainnya untuk mencuci puting susu, bayi dengan tali lidah yang
pendek sehingga menyebabkan bayi sulit mengisap sampai ke kalang payudara dan
isapan hanya pada puting susu saja, dan bisa terjadi karena ibu menghentikan
menyusui dengan kurang hati-hati.
2.
Payudara bengkak (engorgement)
terjadi karena ASI tidak disusui dengan adekuat, sehingga ASI terkumpul pada
sistem duktus yang mengakibatkan terjadinya pembengkakan.
3.
Saluran susu tersumbat
dikarenakan tekanan jari ibu yang kuat pada waktu menyusui, pemakaian bra yang
terlalu ketat, komplikasi payudara bengkak mengakibatkan sumbatan.
4.
Mastitis disebabkan payudara
bengkak tidak disusui secara adekuat, puting lecet akan memudahkan masuknya
kuman, dan saluran susu tersumbat.
5.
Abses payudara disebabkan karena
meluasnya peradangan dalam payudara tersebut.
Infeksi saluran kemih disebabkan akibat trauma
kandung kemih waktu persalinan, pemeriksaan dalam yang terlalu sering,
kontaminasi kuman dari perinium atau kateterisasi yang sering
(Sitti Saleha, 2009)
C. TANDA
DAN GEJALA
Infeksi akut yang menyerang genetalia ditandai dengan demam, sakit didaerah
infeksi, berwarna kemerahan, fungsi organ tersebut terganggu. Gambaran klinis
infeksi nifas dapat berbentuk :
a.
Infeksi lokal
Pembengkakan luka episiotomi,
terjadi penanahan, perubahan warna kulit, pengeluaran lochea bercampur nanah, mobilisasi
terbatas karena rasa nyeri, temperatur badan dapat meningkat.
b.
Infeksi umum
Tampak sakit dan lemah, tekanan
darah menurun dan nadi dan suhu meningkat, kesadaran gelisah sampai menurun,
terjadi gangguan involusi uterus, lochea berbau dan bernanah serta kotor.
( Eny Retna,
2008 : 124 )
Infeksi yang menyerang pada payudara meliputi : fisura di
puting susu yang terinfeksi biasanya merupakan lesi awal. Peradangan edema dan
pembengkakan payudara segera akan menyumbat aliran air susu. Menggigil, demam,
malaise, dan nyeri tekan pada payudara bisa ditemukan. ( Bobak, Lowdermilk,
Jensen 2004)
Infeksi pada saluran
kemih yaitu sistitis biasanya memberikan gejala berupa nyeri berkemih
(disuria), sering berkemih, dan tidak dapat menahan untuk berkemih. Demam
biasanya jarang terjadi. Adanya retensi urine pasca persalinan umumnya
merupakan tanda adanya infeksi. Pielonefritis memberikan gejala yang lebih
berat, demam, menggigil, serta perasaan mual dan muntah. Selain disuria, dapat
juga terjadi piuria dan hematuria. ( Sitti Saleha, 2009 )
D. KLASIFIKASI
Infeksi
yang menyerang pada organ genetalia dibagi menjadi 2 yaitu :
1.
Infeksi yang terbatas pada luka (perineum, vulva, vagina, serviks, endometrium) antara lain:
a.
Vulvitis
Vulvitis
adalah infeksi
pada vulva.
Vulvitis
pada ibu pasca melahirkan terjadi di bekas sayatan episiotomi
atau luka perineum.
Tepi luka berwarna merah dan bengkak, jahitan mudah lepas, luka yang terbuka
menjadi ulkus dan mengeluarkan nanah.
b.
Vaginitis
Vaginitis
merupakan infeksi
pada daerah vagina.
Vaginitis
pada ibu pasca melahirkan terjadi secara langsung pada luka vagina
atau luka perineum.
Permukaan mukosa bengkak dan kemerahan, terjadi ulkus dan getah mengandung
nanah dari daerah ulkus.
c.
Servitis
Infeksi
yang sering terjadi pada daerah servik, tapi tidak menimbulkan banyak gejala.
Luka serviks yang dalam dan meluas dan langsung ke dasar ligamentum latum dapat
menyebabkan infeksi
yang menjalar ke parametrium.
d.
Endometritis
Endometritis paling
sering terjadi. Biasanya demam mulai 48 jam postpartum dan bersifat naik turun.
Kuman–kuman memasuki endometrium (biasanya pada luka insersio plasenta) dalam
waktu singkat dan menyebar ke seluruh endometrium. Pada infeksi
setempat, radang terbatas pada endometrium. Jaringan desidua bersama bekuan
darah menjadi nekrosis dan mengeluarkan getah berbau yang terdiri atas
keping-keping nekrotis dan cairan. Pada infeksi
yang lebih berat batas endometrium dapat dilampaui dan terjadilah penjalaran.
2.
Infeksi yang menjalar dari luka jaringan sekitarnya
(tromboflebitis, parametritis, salpingitis, dan peritonitis) antara lain :
a.
Trombofeblitis
Penjalaran infeksi melalui vena
sering terjadi dan merupakan penyebab terpenting dari kematian karena infeksi
puerpalis. Radang vena golongan 1 disebut tromboflebitis pelvis dan infeksi
vena golongan 2 disebut tromboflebitis femoralis.
b.
Parametritis
Parametritis adalah infeksi pada
parametrium. Parametrium adalah jaringan renggang yang ditemukan di sekitar
uterus. Jaringan ini memanjang sampai ke sisi-sisi serviks dan ke pertengahan lapisan-lapisan
ligamen besar.
c.
Salpingitis
Salpingitis adalah infeksi dan peradangan di saluran tuba . Hal ini sering digunakan
secara sinonim dengan penyakit radang panggul, meskipun PID tidak memiliki
definisi yang akurat dan dapat merujuk pada beberapa penyakit dari saluran
kelamin wanita bagian atas, seperti endometritis, ooforitis, metritis,
parametritis dan infeksi pada peritoneum panggul.
d.
Peritonitis adalah
peradangan peritoneum yang biasanya disebabkan oleh infeksi.
( Sitti Saleha,
2009 )
E. PATOFISIOLOGI
Setelah persalinan, tempat bekas perlekatan plasenta pada dinding rahim
merupakan luka yang cukup besar untuk masuknya mikroorganisme.
Patologi
infeksi puerperalis sama dengan infeksi luka. Infeksi itu dapat:
1.
Terbatas pada lukanya (infeksi luka
perineum, vagina, serviks, atau endometrium).
2.
Infeksi itu menjalar dari luka
jaringan sekitarnya (tromboflebitis, parametritis, salpingitis, dan
peritonitis). (Krisnadi, 2005)
Setelah
kala III, daerah bekas insersio plasenta merupakan sebuah luka dengan diameter
kira – kira 4 cm. Permukaannya tidak rata, berbenjol – benjol karena banyaknya
vena yang ditutupi trombus. Daerah ini merupakan tempat yang baik untuk
tumbuhnya kuman – kuman
dan masuknya jenis – jenis yang patogen dalam tubuh wanita. Serviks sering
mengalami perlukaan pada persalinan, demikian juga vulva, vagina, dan perineum,
yang semuanya merupakan tempat masuknya kuman – kuman patogen. Proses radang
dapat terbatas pada luka – luka tersebut atau dapat menyebar di luar luka
asalnya. (Eny
Retna : 2008, 123)
F. PELAKSANAAN
1. Pencegahan
infeksi nifas pada organ genetalia :
a. Anemia
diperbaiki selama kehamilan. Berikan diit yang baik. Koitus pada kehamilan tua
sebaiknya dilarang
b. Membatasi
masuknya kuman di jalan lahir selama persalinan
c. Jaga
persalinan agar tidak berlarut-larut. Selesaikan persalinan dengan trauma
sesedikit mungkin. Cegah perdarahan banyak dan penularan penyakit dari petugas
dalam kamar bersalin. Alat-alat persalinan harus steril dan lakukan pemeriksaan
hanya bila perlu dan atas indikasi yang tepat
Penanganan
infeksi nifas pada organ genetalia :
a. Suhu
harus diukur dari mulut sedikitnya 4 kali sehari
b. Berikan
terapi antibiotik
c. Perhatikan
diet
d. Lakukan
transfusi darah bila perlu
e. Hati-hati
bila ada abses, jaga supaya nanah tidak masuk ke dalam rongga perinium
(Wiknjosastro,
2006)
2.
Jika ibu menyusui:
a. Sebelum menyusui,
pijat payudara dengan lembut, mulailah dari luar kemudian perlahan-lahan
bergerak ke arah puting susu dan lebih berhati-hati pada area yang mengeras.
b. Menyusui sesering
mungkin dengan jangka waktu selama mungkin, susui bayi dengan payudara yang
sakit jika ibu kuat menahannya, karena bayi akan menyusui dengan penuh semangat
pada awal sesi menyususi, sehingga bisa mengeringkannya dengan efektif.
c. Lanjutkan dengan
mengeluarkan ASI dari payudara itu setiap kali selesai menyusui jika bayi belum
benar-benar menghabiskan isi payudara yang sakit tersebut.
d. Tempelkan handuk
halus yang sudah dibasahi dengan air hangat pada payudara yang sakit beberapa
kali dalam sehari (atau mandi dengan air hangat beberapa kali), lakukan
pemijatan dengan lembut di sekitar area yang mengalami penyumbatan kelenjar
susu dan secara perlahan-lahan turun ke arah puting susu.
e.
Kompres dingin pada payudara di antara waktu menyusui.
f.
Bila diperlukan berikan parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam.
g.
Lakukan evaluasi setelah 3 hari untuk mengevaluasi hasilnya.
Jika ibu tidak
menyusui :
a.
Gunakan bra yang menopang
b.
Kompres dingin pada payudara untuk mengurangi bengkak dan nyeri.
c.
Berikan parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam.
d.
Jangan dipijat atau memakai kompres hangat pada payudara.
e.
Lakukan evaluasi setelah 3 hari untuk mengevaluasi hasilnya.
3. Penanganan
infeksi saluran kemih yang ideal adalah agens antibacterial yang secara efektif
menghilangkan bakteri dari traktus urinarius dengan efek minimal terhadap flora
fekal dan vagina. Terapi dapat dibedakan atas terapi antibiotika dosis tunggal,
terapi antibiotika konversial, terapi jangka lama, terapi dosis rendah untuk
supresi. Pencegahan yang dapat diberikan adalah menjaga kebersihan sekitar
saluran kemih, membasuhi air dari atas ke bawah setelah buang air kecil maupun
buang air besar. Semaksimalkan untuk membersihkan bagian organ saluran kemih.
(
Sitti Saleha, 2009 )
G. PATHWAY
Terlampir
BAB
III
KONSEP
KEPERAWATAN
A. DATA
FOKUS
1.
Pengkajian
a.
Identitas
Klien
b. Riwayat kesehatan
1)
Riwayat
kesehatan dahulu
Kemungkinan klien pernah menderita infeksi tenggorokan
2)
Riwayat
kesehatan sekarang
Biasanya klien mengeluh badan lemah, demam, nadi cepat, nafas
sesak, badan menggigil, gelisah, nyeri pada daerah luka operasi
3)
Riwayat
Kesehatan Keluarga
Kemungkinan salah satu anggota keluarga ada yang menderita
infeksi tenggorokan
c.
Pemeriksaan
Fisik
1)
Aktivitas
/ istirahat
Biasanya klien mengeluh malaise, letargi, kelelahan /
keletihan yang terus menerus (persalinan lama, stressor pasca partum multiple)
2)
Sirkulasi
Biasanya tachikardi dari berat sampai bervariasi
3)
Eliminasi
Biasanya BAB klien diare / konstipasi
4)
Makanan
/ Cairan
Biasanya anoreksia, mual / muntah, haus, membran mukosa
kering, distensi abdomen, kekakuan, nyeri lepas
5)
Neurosensori
Biasanya klien mengeluh sakit kepala
6)
Pernafasan
Biasanya pernafasan cepat / dangkal
7)
Nyeri
/ Ketidaknyamanan
Biasanya nyeri
abdomen bawah / uteri, nyeri tekan / nyeri local, disuria, ketidaknyamanan
abdomen, sakit kepala
8)
Integritas
Ego
Biasanya klien ansietas, gelisah
9)
Keamanan
Biasanya terjadi peningkatan suhu tubuh yang merupakan tanda
infeksi dan dapat pula terjadi menggigil berat atau berulang
10)
Seksualitas
Biasanya pecah ketuban dini / lama, persalinan lama, subinvolusi uterus mungkin ada,
lochea bau busuk dan banyak / berlebihan, tepi insisi kemerahan, edema, keras,
nyeri tekan / memisah dengan drainase purulen.
d. Kebiasaan Sehari – hari
1)
Kebiasaan
perorangan
Biasanya kebersihan perorangan tidak terjaga sehingga kuman –
kuman mudah masuk / pathogen ada dalam
tubuh.
2)
Makan
/ Minum
Biasanya klien mengeluh anoreksia, mual / muntah, sering
merasahaus.
3)
Tidur
Biasanya tidur klien mengalami gangguan karena suhu badan
meningkat dan badan menggigil
e. Data Sosial Ekonomi
Biasanya penyakit ini banyak ditemukan pada ekonomi rendah
dengan stressor bersamaan
f.
Data
Psikologis
Biasanya klien dengan penyakit ini gelisah karena terjadinya
peningkatan suhu tubuh dan nyeri tekan pada abdomen
2. Head to Toe
a.
Payudara
dan putting susu
1)
Simetris/tidak
2)
Konsistensi
ada pembengkakan/tidak
3)
Puting
menonjol/tidak, lecet/tidak
b.
Abdomen
1)
Uterus
Normal :
a) kokoh, berkontraksi baik
b) tidak berada diatas ketinggian fundal saat masa nifas segera.
Abnormal :
a) lembek
b) diatas ketinggian fundal saat masa nifas segera.
2) Kandung kemih : bisa buang air/tak bisa buang air
c.
Keadaan
genitalia
1) Lochea
Normal :
a)
Merah
hitam (lochea rubra)
b)
Bau
biasa
c)
Tidak
ada bekuan darah atau butir-butir darah beku
d)
Jumlah
perdarahan yang ringan atau sedikit (hanya perlu mengganti pembalut setiap 3-5
jam)
Abnormal :
a)
Merah
terang
b)
Bau
busuk
c)
Mengeluarkan
darah beku
d)
Perdarahan
hebat ?(memerlukan penggantian pembalut setiap 0-2 jam)
2)
Perinium
Edema, inflamasi, hematoma, pus, bekas luka episiotomi/robek, jahitan,
memar, hemorrhoid
(wasir/ambeien).
3)
Keadaan anus : haemoroid
d.
Ekstremitas : varises, betis apakah lemah dan panas, edema, reflek
e.
Kulit : pasien biasanya dengan kulit kemerahan, bengkak
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.
Nyeri
akut berhubungan dengan agen injuri biologis
2.
Hipertermi
berhubungan dengan penyakit
3.
Resiko
tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan pemajanan terhadap patogen
4.
Ansietas
berhubungan dengan infeksi
5.
Defisiensi
pengetahuan berhubungan dengan kesalahan intepretasi informasi
6.
Kekurangan
volume cairan berhubungan dengan poliuria
7.
Kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan infeksi: lesi, abses, episiotomi
8.
Gangguan
citra tubuh berhubungan dengan cedera
C. PERENCANAAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen
injuri biologis
Tujuan : Rasa nyaman nyeri dapat
teratasi
Kriteria :
a. Mampu mengontrol nyeri
b. Mampu menggunakan teknik
nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri
c. Menyatakan
rasa nyaman setelah nyeri berkurang
Intervensi :
a. Kaji lokasi dan sifat ketidaknyamanan / nyeri
b. Berikan instruksi mengenal nyeri (skala, intensitas, frekuensi)
c. Instruksikan klien dalam melakukan teknik relaksasi,
memberikan aktivitas pengalihan seperti : radio, televisi, membaca
d. Kurangi faktor presipitasi nyeri
e.
Kolaborasi
:
1)
Berikan
analgetik / antipiretik
2)
Berikan
kompres panas local
3)
Jika
ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
f. Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
g. Tingkatkan istirahat
h. Monitor penerimaan pasien tetang
manjemen nyeri
2. Hipertermi berhubungan dengan penyakit
Tujuan :
Suhu tubuh normal
Kriteria :
a. Tidak ada tanda – tanda
peningkatan suhu tubuh
b. TTV dalam batas normal
Intervensi :
a. Monitor suhu sesering mungkin
b. Monitor warna dan suhu kulit
c. Monitor TTV
d. Monitor penurunan tingkat kesadaran
e. Monitor intake dan output
f. Kompres hangat
g. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian
antipiretik dan antibiotic
h. Tingkatkan sirkulasi udara
i. Anjurkan untuk banyak minum air putih
3. Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi berhubungan dengan pemajaman terhadap
patogen
Tujuan : Klien akan mengambil
tindakan untuk mencegah / menurunkan
resiko penyebaran infeksi
Kriteria :
a. Suhu
tubuh dalam batas normal
b. Lekosit dalam batas normal
c. pengetahuan meningkat mengenai resiko infeksi dan pencegahannya
Intervensi
:
a.
Kaji
patologi penyakit dan potensial penyebaran infeksi
b.
Awasi suhu
sesuai indikasi
c.
Pertahankan
kebijakan mencuci tangan dengan ketat untuk staf, klien dan pengunjung
d.
Anjurkan/
demonstrasikan pembersihan perineum yang benar setelah berkemih, defekasi dan
sering ganti balutan
e.
Demonstrasikan
masase fundus yang tepat
f.
Monitor TTV
g.
Observasi
tanda infeksi lain
h.
Kolaborasi
: Pantau pemeriksaan laboraturium
4. Ansietas berhubungan dengan infeksi
Tujuan : Klien dapat mengungkapkan secara verbal rasa cemasnya dan mengatakan perasaan cemas berkurang atau hilang
Tujuan : Klien dapat mengungkapkan secara verbal rasa cemasnya dan mengatakan perasaan cemas berkurang atau hilang
Kriteria : a. Mengidentifikasi, mengungkapkan
dan menunjukkan teknik untuk mengontrol cemas
b.
Vital sign normal
c.
Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh menunjukkan
berkurangnya kecemasan
Intervensi :
a. Gunakan
pendekatan yang menyenangkan
b. Kaji respon
psikologis klien terhadap perdarahan paska persalinan
c. Kaji respon
fisiologis klien ( takikardia, takipnea, gemetar )
d. Perlakukan
pasien secara lembut, empati, serta sikap mendukung
e. Berikan
informasi tentang perawatan dan pengobatan
f. Bantu klien
mengidentifikasi rasa cemasnya
g. Kaji mekanisme
koping yang digunakan klien
h. Temani pasien
untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut
i. Dorong keluarga
untuk menemani anak
j. Dengarkan
dengan penuh perhatian
k. Bantu pasien
mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
l. Dorong pasien
untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi
m. Instruksikan
pasien menggunakan teknik relaksasi
n. Kolaborasi
dengan dokter untuk pemberian obat untuk mengurangi kecemasan
5.
Defisiensi
pengetahuan berhubungan dengan kesalahan intepretasi informasi
Tujuan :
Pasien dan keluarga paham tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program
pengobatan
Kriteria :
a. Pasien dan keluarga mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar
b.
Pasien
dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan perawat/ tim
kesehatan lainnya
Intervensi
:
a. Berikan penilaian tentang tingkat
pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang spesifik
b. Jelaskan patofisiologi dari penyakit
c. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa
muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat
d. Identifikasi kemungkinan penyebab,
dengan cara yang tepat
e. Sediakan informasi pada pasien tentang
kondisi
f. Sediakan bagi keluarga informasi tentang
kemajuan pasien
g. Diskusikan perubahan gaya hidup yang
mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di masa yang akan datang dan atau
proses pengontrolan penyakit
h. Diskusikan pilihan terapi atau
penanganan
6.
Kekurangan
volume cairan berhubungan dengan poliuria
Tujuan : Klien
mampu mempertahankan urine output
Kriteria : a.
TTV normal
b. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi,
elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa lembab
Intervensi :
a.
Pertahankan
catatan intake dan output yang akurat
b.
Monitor
status dehidrasi
c.
Monitor
vital sign
d.
Monitor
status nutrisi
e.
Dorong
masukan oral
f.
Atur
kemungkinan transfusi
g.
Kolaborasi
dengan dokter untuk pemberian cairan IV
7. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
infeksi: lesi, abses, episiotomi
Tujuan : Integritas kulit yang baik bisa
dipertahankan
Kriteria :
a. Integritas kulit yang baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas,
temperature, hidrasi, pigmentasi)
b. Tidak ada luka/lesi pada kulit
c. Perfusi jaringan baik
d. Mampu melindungi kulit dan
mempertahankan kelembaban kulit dan perawatan alami
Intervensi :
a. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
b. Hindari kerutan pada daerah yang lesi
c. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
d. Monitor kulit akan adanya kemerahan
e. Monitor status nutrisi pasien
f. Membersihkan, memantau dan meningkatkan proses penyembuhan
pada luka yang ditutup dengan jahitan
g. Monitor proses kesembuhan area insisi
h. Gunakan preparat antiseptic sesuai program
8. Gangguan citra
tubuh berhubungan dengan cedera
Tujuan : Klien memiliki body image positif
Kriteria : a. Mampu mengidentifikasi kekuatan
personal
b. mendiskripsikan secara faktual perubahan fungsi tubuh
Intervensi :
a. Kaji secara verbal dan non verbal respon klien terhadap
tubuhnya
b. Monitor frekuensi mengkritik dirinya
c. Jelaskan tentang pengobatan, perawatan, kemajuan dan
prognosis penyakit
d. Dorong klien mengungkapkan perasaannya
e. Berikan lingkungan yang tenang untuk pasien
f. Berikan motivasi untuk pasien
g. Berikan ketenangan untuk pasien tentang penyakitnya
h. Dorong keluarga untuk menerima kondisi pasien
( NANDA, NICNOC 2013)
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Luka-luka
pascapersalinan harus dirawat dengan baik. Menjaga kebersihan pada bekas luka
mutlak dilakukan. Alat-alat, pakaian, dan kain yang dikenakan ibu harus
benar-benar dijaga kebersihannya. Hal lain yang juga harus diwaspadai selama
masa nifas selain infeksi adalah terjadinya anemia. Bila ibu mengalami
perdarahan yang sangat banyak, atau sudah terjadi anemia selama masa kehamilan,
hal ini dikhawatirkan akan mempengaruhi proses kontraksi pada rahim untuk kembali seperti
semula. Ini terjadi karena darah tak cukup memberikan oksigen ke rahim. Bila
anemia hanya ringan, maka untuk mengatasinya cukup dengan mengonsumsi makanan
kaya zat besi. Namun bila kondisinya sangat parah, dokter akan melakukan
transfusi darah.
B. SARAN
Supaya
tidak terjadi infeksi pada masa nifas, saat hamil cegah jangan sampai terjadi
anemia, malnutrisi, serta munculnya penyakit-penyakit yang diderita ibu.
Sebaiknya juga tidak melakukan, mengurangi, atau melakukan dengan hati-hati
hubungan seksual saat hamil tua karena bisa menyebabkan pecahnya ketuban dan
menjadi jalan masuk kuman penyebab infeksi ke dalam jalan lahir.
DAFTAR PUSTAKA
Saifuddin, Bari. (2006). “Buku Acuan Nasional
Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal”. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo
Sitti
Saleha. (2009). “Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas”. Jakarta: Salemba Medika
Krisnadi,
Sofie R. (2005). “Patologi Nifas”. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Wiknjosastro, Hanifa. (2006). “Ilmu Kebidanan”. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Eny, Retna. (2008). “Asuhan Kebidanan Nifas”. Jogjakarta:
Mitra Cendekia Offset
Jones,
L. Derek. (2002). “Setiap Wanita”. Jakarta:
Dela Pratasa
Lusa. (2011).
Infeksi nifas [Internet] Bersumber dari:
<http://www.lusa.web.id/infeksi-masa-nifas/> Diakses tanggal 4 Januari
2012
Bobak, Lowdermilk, Jensen. (2004). “Buku Ajar
Keperawatan Maternitas”. Jakarta: EGC