Jumat, 06 November 2015

Askep Kritis Pasien Syok



by : elsa herlinda

BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
                        Syok paling sering timbul setelah terjadi perdarahan hebat (syok hemoragik). Perdarahan eksternal akut akibat trauma tembus dan perdarahan hebat akibat kelianan gastrointestinal merupakan 2 penyebab syok hemoragik yang paling sering ditemukan. Syok hemoragik juga bisa terjadi akibat perdarahan internal akut ke dalam rongga toraks dan rongga abdomen. Penyebab utama perdarahan internal adalah terjadinya trauma pada organ dan ruptur pada aneurysme aortic abdomen. Syok bisa merupakan akibat dari kehilangan cairan tubuh lain selain dari darah dalam jumlah yang banyak. Contoh syok hipovolemik yang terjadi akibat kehilangan cairan lain ini adalah gastroenteritis refraktrer dan luka bakar hebat. Objektif dari keseluruhan jurnal ini adalah terfokus kepada syok hipovolemik yang terjadi akibat perdarahan dan pelbagai kontroversi yang timbul seputar cara penanganannya.
                        Kebanyakan trauma merbahaya ketika terjadinya perang sekitar tahun 1900an telah memberi kesan yang angat signifikan pada perkembangan prinsip penanganan resusitasi syok hemoragik. Ketika Perang Dunia I, W.B. Cannon merekomendasikan untuk memperlambat pemberian resusitasi cairan sehingga penyebab utama terjadinya syok diatasi secara pembedahan. Pemberian kristalloid dan darah digunakan secara ekstensif ketika Perang Dunia II untuk menangani pasien dengan keadaan yang tidak stabil. Pengalaman yang di dapat semasa perang melawan Korea dan Vietnam memperlihatkan bahawa resusitasi cairan dan intervensi pembedahan awal merupakan langkah terpenting untuk menyelamatkan pasien dengan trauma yang menimbulkan syok hemoragik. Ini dan beberapa prisip lain membantu dalam perkembangan garis panduan untuk penanganan syok hemoragik kaibat trauma. Akan tetapi, peneliti-peneliti terbaru telah mempersoalkan garis panduan ini, dan hari ini telah timbul pelbagai kontroversi tentang cara penanganan syok hemoragik yang paling optimal.
B.  Tujuan Umum
Mahasiswa dapat mengetahui asuhan keperawatan pada pasien syock
C.  Tujuan khusus
Mahasiswa dapat mengetahui : pengertian syock, penyebab terjadinya syok, patofisiologi terjadinya syock, tanda dan gejala syock, manifestasi kllinis syock, jenis-jenis syock, penatalaksanaan syock, dan komplikasinya



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Definisi
Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi jika sirkulasi darah arteri tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan. Perfusi jaringan yang adekuat tergantung pada 3 faktor utama yaitu curah jantung, volume darah, dan tonus vasomotor perifer. Jika salah satu dari ketiga faktor penentu ini kacau dan faktor lain tidak dapat melakukan kompensasi, maka akan terjadi syok. Awalnya tekanan darah arteri normal sebagai kompensasi peningkatan isi sekuncup dan curah jantung. Jika syok berlanjut, curah jantung menurun dan vasokonstriksi perifer meningkat. Jika hipotensi menetap dan vasokonstruksi berlanjut, hipoperfusi mengakibatkan asidosis laktat, oliguria, dan ileus. Jika tekanan arteri cukup rendah, terjadi disfungsi otak dan otot jantung (Mansjoer, 1999).
Syok adalah suatu sindrom klinis akibat kegagalan fungsi akut fungsi sirkulasi yang menyebabkan ketidakckupan perfusi jaringan dan oksigenasi jaringan, dengan akibat mekanisme homeostatis. Berdasarkan penelitian Moyer dan Mc Clelland tentang fisiologi keadaan syok dan homeostatis, syok adalah keadaan tidak cukupnya pengiriman oksigen ke jaringan. Syok merupakan keadaan gawat yang membutuhkan terapi yang agresif dan pemantauan yang kontinyu atau terus-menerus di unit terapi intensif (Ashadi, 1999).

B.     Etiologi
1.      Syok Hipovolemik
a.     Kehilangan darah/syok hemoragik
·          Hemoragik eksternal : trauma, perdarahan gastrointestinal
·          Hemoragik internal : hematoma, hematoraks/himoperitoneum
b.    Kehilangan plasma
·           Luka bakar
·           Dermatitis eksfoliatif
c.     Kehilangan cairan dan elektrolit
·           Eksternal : muntah, diare, keringat yang berlebihan
·           Internal : pankreatitis, asites, obstruksi usus
2.      Syok Kardiogenik
a.     Disritmia
b.    Kegagalan pompa jantung
c.     Disfungsi katup akut
d.    Ruptur septum ventrikel
3.      Syok Obstruktif
a.    Tension pneumothorax
b.    Penyakit perikardium
c.    Penyakit pembuluh darah paru
d.   Tumor jantung (miksoma atrial)
e.    Trombus mural atrium kiri
f.     Penyakit katup obstruktif
4.      Syok Distributif
a.     Syok septik
b.    Syok anafilaktik
c.     Syok neurogenik
d.    Obat-obatan vasodilator
e.     Insufiensi adrenal akut

C.     Patofisiologi
Menurut patofisiologinya, syok terbagi atas 3 fase yaitu (Komite Medik, 2000):
1.      Fase Kompensasi
Penurunan curah jantung (cardiac output) terjadi sedemikian rupa sehingga timbul gangguan perfusi jaringan tapi belum cukup untuk menimbulkan gangguan seluler. Mekanisme kompensasi dilakukan melalui vasokonstriksi untuk menaikkan aliran darah ke jantung, otak dan otot skelet dan penurunan aliran darah ke tempat yang kurang vital. Faktor humoral dilepaskan untuk menimbulkan vasokonstriksi dan menaikkan volume darah dengan konservasi air. Ventilasi meningkat untuk mengatasi adanya penurunan kadar oksigen di daerah arteri. Jadi pada fase kompensasi ini terjadi peningkatan detak dan kontraktilitas otot jantung untuk menaikkan curah jantung dan peningkatan respirasi untuk memperbaiki ventilasi alveolar. Walau aliran darah ke ginjal menurun, tetapi karena ginjal mempunyai cara regulasi sendiri untuk mempertahankan filtrasi glomeruler. Akan tetapi jika tekanan darah menurun, maka filtrasi glomeruler juga menurun.
2.      Fase Progresif
Terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu mengkompensasi kebutuhan tubuh. Faktor utama yang berperan adalah jantung. Curah jantung tidak lagi mencukupi sehingga terjadi gangguan seluler di seluruh tubuh. Pada saat tekanan darah arteri menurun, aliran darah menurun, hipoksia jaringan bertambah nyata, gangguan seluler, metabolisme terganggu, produk metabolisme menumpuk, dan akhirnya terjadi kematian sel. Dinding pembuluh darah menjadi lemah, tak mampu berkonstriksi sehingga terjadi bendungan vena, vena balik (venous return) menurun. Relaksasi sfinkter prekapiler diikuti dengan aliran darah ke jaringan tetapi tidak dapat kembali ke jantung. Peristiwa ini dapat menyebabkan trombosis kecil-kecil sehingga dapat terjadi koagulopati intravasa yang luas (DIC = Disseminated Intravascular Coagulation). Menurunnya aliran darah ke otak menyebabkan kerusakan pusat vasomotor dan respirasi di otak. Keadaan ini menambah hipoksia jaringan. Hipoksia dan anoksia menyebabkan terlepasnya toksin dan bahan lainnya dari jaringan (histamin dan bradikinin) yang ikut memperjelek syok (vasodilatasi dan memperlemah fungsi jantung). Iskemia dan anoksia usus menimbulkan penurunan integritas mukosa usus, pelepasan toksin dan invasi bakteri usus ke sirkulasi. Invasi bakteri dan penurunan fungsi detoksikasi hepar memperjelek keadaan. Dapat timbul sepsis, DIC bertambah nyata, integritas sistim retikuloendotelial rusak, integritas mikro sirkulasi juga rusak. Hipoksia jaringan juga menyebabkan perubahan metabolisme dari aerobik menjadi anaerobik. Akibatnya terjadi asidosis metabolik, terjadi peningkatan asam laktat ekstraseluler dan timbunan asam karbonat di jaringan.
3.      Fase Progresif
Terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu mengkompensasi kebutuhan tubuh. Faktor utama yang berperan adalah jantung. Curah jantung tidak lagi mencukupi sehingga terjadi gangguan seluler di seluruh tubuh. Pada saat tekanan darah arteri menurun, aliran darah menurun, hipoksia jaringan bertambah nyata, gangguan seluler, metabolisme terganggu, produk metabolisme menumpuk, dan akhirnya terjadi kematian sel. Dinding pembuluh darah menjadi lemah, tak mampu berkonstriksi sehingga terjadi bendungan vena, vena balik (venous return) menurun. Relaksasi sfinkter prekapiler diikuti dengan aliran darah ke jaringan tetapi tidak dapat kembali ke jantung. Peristiwa ini dapat menyebabkan trombosis kecil-kecil sehingga dapat terjadi koagulopati intravasa yang luas (DIC = Disseminated Intravascular Coagulation). Menurunnya aliran darah ke otak menyebabkan kerusakan pusat vasomotor dan respirasi di otak. Keadaan ini menambah hipoksia jaringan. Hipoksia dan anoksia menyebabkan terlepasnya toksin dan bahan lainnya dari jaringan (histamin dan bradikinin) yang ikut memperjelek syok (vasodilatasi dan memperlemah fungsi jantung). Iskemia dan anoksia usus menimbulkan penurunan integritas mukosa usus, pelepasan toksin dan invasi bakteri usus ke sirkulasi. Invasi bakteri dan penurunan fungsi detoksikasi hepar memperjelek keadaan. Dapat timbul sepsis, DIC bertambah nyata, integritas sistim retikuloendotelial rusak, integritas mikro sirkulasi juga rusak. Hipoksia jaringan juga menyebabkan perubahan metabolisme dari aerobik menjadi anaerobik. Akibatnya terjadi asidosis metabolik, terjadi peningkatan asam laktat ekstraseluler dan timbunan asam karbonat di jaringan.

D.    Manifestasi Klinik
Menurut (Mansjoer, 1999) :
1.      Tekanan darah sistemik dan takikardi; puncak tekanan darah sistolik <100mmHg atau lebih dari 10% di bawah tekanan darah yang telah diketahui.
2.      Hipoperfusi perifer, vasokonstriksi; kulit dingin, lembab, dan sianosis.
3.      Status mental terganggu; kebingungan, agitasi, koma.
4.      Oliguria atau anuria; <0,5 ml/kgBB/jam.
5.      Asidosis metabolik.
Pemantauan hemodinamik :
1.      Tekanan darah arteri
2.      Tekanan vena sentral
3.      Tekanan arteri pulmonal, dimonitor dengan kateter Swan-Ganz untuk pengukuran Pulmonary Catheter Wedge Presure (PCWP).
4.      Pengukuran tambahan. Pemantauan sensorium, jumlah urine, dan suhu kulit.

E.     Penatalaksanaan
Menurut (Mansjoer, 1999) :
Pasien diletakkan dalam posisi Trendelenburg atau telentang dengan kaki ditinggikan.
Untuk syok yang tidak terdiagnosis :
1.    Bebaskan jalan napas dan yakinkan ventilasi yang adekuat
2.    Pasang akses ke intravena
3.    Mengembalikan cairan
4.    Pertahankan produksi urine >0,5 ml/kgBB/jam

F.      Derajat Syok
1.    Syok Ringan
Penurunan perfusi hanya pada jaringan dan organ non vital seperti kulit, lemak, otot rangka, dan tulang. Jaringan ini relatif dapat hidup lebih lama dengan perfusi rendah, tanpa adanya perubahan jaringan yang menetap (irreversible). Kesadaran tidak terganggu, produksi urin normal atau hanya sedikit menurun, asidosis metabolik tidak ada atau ringan.
2.    Syok Sedang
Perfusi ke organ vital selain jantung dan otak menurun (hati, usus, ginjal). Organ-organ ini tidak dapat mentoleransi hipoperfusi lebih lama seperti pada lemak, kulit dan otot. Pada keadaan ini terdapat oliguri (urin kurang dari 0,5 mg/kg/jam) dan asidosis metabolik. Akan tetapi kesadaran relatif masih baik.
3.    Syok Berat
Perfusi ke jantung dan otak tidak adekuat. Mekanisme kompensasi syok beraksi untuk menyediakan aliran darah ke dua organ vital. Pada syok lanjut terjadi vasokontriksi di semua pembuluh darah lain. Terjadi oliguri dan asidosis berat, gangguan kesadaran dan tanda-tanda hipoksia jantung (EKG abnormal, curah jantung menurun).

G.    Pemeriksaan
1.      Anamnesis
Pada anamnesis, pasien mungkin tidak bisa diwawancara sehingga riwayat sakit mungkin hanya didapatkan dari keluarga, teman dekat atau orang yang mengetahui kejadiannya, cari :
·      Riwayat trauma (banyak perdarahan atau perdarahan dalam perut)
·      Riwayat penyakit jantung (sesak nafas)
·      Riwayat infeksi (suhu tinggi)
·      Riwayat pemakaian obat ( kesadaran menurun setelah memakan obat)
2.      Pemeriksaan fisik
a.    Kulit
·         Suhu raba dingin (hangat pada syok septik hanya bersifat sementara, karena begitu syok berlanjut terjadi hipovolemia)
·         Warna pucat (kemerahan pada syok septik, sianosis pada syok kardiogenik dan syok hemoragi terminal)
·         Basah pada fase lanjut syok (sering kering pada syok septik).
b.    Tekanan darah
·           Hipotensi dengan tekanan sistole < 80 mmHg (lebih tinggi pada penderita yang sebelumnya mengidap hipertensi, normal atau meninggi pada awal syok septik)
c.    Status jantung
·           Takikardi, pulsus lemah dan sulit diraba
d.   Status respirasi
·           Respirasi meningkat, dan dangkal (pada fase kompensasi) kemudian menjadi lambat (pada syok septik, respirasi meningkat jika kondisi menjelek)
e.    Status Mental
·           Gelisah, cemas, agitasi, tampak ketakutan. Kesadaran dan orientasi menurun, sopor sampai koma.
f.     Fungsi Ginjal
·           Oliguria, anuria (curah urin < 30 ml/jam, kritis) 
g.    Fungsi Metabolik
·           Asidosis akibat timbunan asam laktat di jaringan (pada awal syok septik dijumpai alkalosis metabolik, kausanya tidak diketahui). Alkalosis respirasi akibat takipnea
h.    Sirkulasi
·           Tekanan vena sentral menurun pada syok hipovolemik, meninggi pada syok kardiogenik
i.      Keseimbangan Asam Basa
·           Pada awal syok pO2 dan pCO2 menurun (penurunan pCO2 karena takipnea, penurunan pO2 karena adanya aliran pintas di paru)

3.    Pemeriksaan Penunjang
a.    Darah (Hb, Hmt, leukosit, golongan darah), kadar elektrolit, kadar ureum, kreatinin, glukosa darah.
b.    Analisa gas darah
c.    EKG

H.    Komplikasi
1.    Kegagalan multi organ akibat penurunan alilran darah dan hipoksia jaringan yang berkepanjangan.
2.    Sindrom distress pernapasan dewasa akibat destruksi pertemuan alveolus kapiler karena hipoksia.
3.    DIC (Koagulasi intravascular diseminata) akibat hipoksia dan kematian jaringan yang luas sehingga terjadi pengaktifan berlebihan jenjang koagulasi.

I.       Pengkajian
Data-data yang dapat ditemukan pada saat pengkajian meliputi :
1.         Gelisah, ansietas, tekanan darah menurun
2.         Tekanan darah sistolik < 90 mmHg (hipotensi)
3.         Tekanan   ventrike kir   peningkatan   tekanan   akhir   diastolik   ventrike kiri, peningkatan tekanan atrium kiri, peningkatan tekanan baji arteri pulmonal (PCWP)
4.         Curah jantung 2,2 l/mnt, penurunan fraksi ejeksi, penurunan indeks jantung
5.         Peningkatan tekanan vena sentral 1600 dyne/dtk/cm-5
6.         Peningkatan  tekanan  pengisian  ventrikel  kanan   adanya  distensi  vena  jugularis, peningkatan CVP (tekanan > 15 cm H2O, refleks hepatojugular meningkat
7.         Takikardia nadi radialis halus, nadi perifer tidak ada atau berkurang
8.         Terdengar bunyi gallop S3, S4  atau murmur
9.         Distress pernafasan takipnea, ortopnea, hipoksia
10.     Perubahan tingkat kesadaran apatis, letargi, semicoma, coma
11.     Perubahan kulit pucat, dingin, lembab, sianosis
12.     Perubahan suhu tubuh subnormal, meningkat
13.     Sangat kehausan
14.     Mual, muntah
15.     Status  ginjal  haluaran  urine  di  bawah  20  ml/jam,  kreatinin  serum  meningkat, nitrogen urea serum meningkat
16.     Perubahan EKG perubahan iskemi, disritmia, fibrilasi ventrikel
17.     Kenyamanan nyeri dada, nyeri abdominal

J.       Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
1.         Perubahan  perfusi  jaringan  (serebral,  kardiopulmonal,  perifer)  berhubungan  dengan penurunan curah jantung
Tujuan : Perfusi jaringan dipertahankan dengan
Kriteria hasil :
§  Tekanan darah dalam batas normal
§  Haluaran urine normal
§  Kulit hangat dan kering
§  Nadi perifer > 2 kali suhu tubuh
Rencana tindakan :
a.       Kaji tanda dan gejala yang menunjukkan gangguan perfusi jaringan
b.      Pertahankan   tirah   baring   penuh   (bedres total)   denga posisi   ekstremitas memudahkan sirkulasi
c.       Pertahankan terapi parenteral sesuai dengan program terapi, seperti darah lengkap, plasmanat, tambahan volume
d.      Ukur intake dan output setiap jam
e.       Hubungkan  kateter pada sistem drainase  gravitasi tertutup  dan lapor dokter bila haluaran urine kurang dari 30 ml/jam
f.       Berikan obat-obatan sesuai dengan program terapi dan kaji efek obat serta tanda toksisitas
g.      Pertahankan klien hangat dan kering
2.         Penurunan curah jantung berhubungan dengan faktor mekanis (preload, afterload dan kontraktilitas miokard)
Tujuan : Klien memperlihatkan peningkatan curah jantung dengan
Kriteria hasil :
§  Tanda-tanda vital dalam batas normal
§  Curah jantung dalam batas normal
§  Perbaikan mental

Rencana tindakan
a.       Pertahankan   posisi terbaik untuk meningkatkan ventilasi optimal dengan meninggikan kepala tempat tidur 30 60 derajat
b.      Pertahankan tirah baring penuh (bedrest total)
c.       Pantau EKG secara kontinu
d.      Pertahankan cairan parenteral sesuai dengan program terapi
e.       Pantau vital sign setiap jam dan laporkan bila ada perubahan yang drastis
f.       Berikan oksigen sesuai dengan terapi
g.      Berikan obat-obatan sesuai dengan terapi
h.      Pertahankan klien hangat dan kering
i.        Auskultasi bunyi jantung setiap 2 sampai 4 jam sekali                      
j.        Batasi dan rencanakan aktifitas ; berikan waktu istirahat antar prosedur
k.      Hindari konstipasi, mengedan atau perangsangan rektal
3.         Kerusakan  pertukaran  gas  berhubungan  dengan  peningkatan  permeabilitas kapiler pulmonal
Tujuan : Klien memperlihatkan peningkatan ventilasi dengan
Kriteria hasil :
§  Klien bernafas tanpa kesulitan
§  Paru-paru bersih
§  Kadar PO2  dan PCO2  dalam batas normal
Rencana tindakan :
a.    Kaji pola pernafasan, perhatikan frekwensi dan kedalaman pernafasan
b.    Auskultasi paru-paru setiap 1 2 jam sekali
c.    Pantau seri AGDA
d.   Berikan oksigen sesuai dengan kebutuhan klien
e.    Lakukan penghisapan bila ada indikasi
f.     Bantu dan ajarkan klien batuk efektif dan nafas dalam
4.         Asietas / takut berhubungan dengan ancaman biologis yang aktual atau potensial
Tujuan : Ansietas / rasa takut klien terkontrol dengan
Kriteria hasil :
§  Klien mengungkapkan penurunan ansietas
§  Klien tenang dan relaks
§  Klien dapat beristirahat dengan tenang

Rencana tindakan
a.    Tentukan sumber-sumber kecemasan atau ketakutan klien
b.    Jelaskan seluruh prosedur dan pengobatan serta   berikan penjelasan yang ringkas bila klien tidak memahaminya
c.    Bila ansietas sedang berlangsung, temani klien
d.   Antisipasi kebutuhan klien
e.    Pertahankan lingkungan yang tenang dan tidak penuh dengan stress
f.     Biarkan keluarga dan orang terdekat untuk tetap tinggal bersama klien jika kondisi klien memungkinkan
g.    Anjurkan untuk mengungkapkan kebutuhan dan ketakutan akan kematian
h.    Pertahankan sikap tenang dan menyakinkan




BAB III
PENUTUP
A.  Kesimpulan
1.    Berhasil tidaknya penanggulangan syok tergantung dari kemampuan mengenal gejala-gejala syok, mengetahui, dan mengantisipasi penyebab syok serta efektivitas dan efisiensi kerja kita pada saat-saat/menit-menit pertama pasien mengalami syok.
2.    Syok adalah gangguan sistem sirkulasi dimana sistem kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah) tidak mampu mengalirkan darah ke seluruh tubuh dalam jumlah yang memadai yang menyebabkan tidak adekuatnya perfusi dan oksigenasi jaringan. Syok terjadi akibat berbagai keadaan yang menyebabkan berkurangnya aliran darah, termasuk kelainan jantung (misalnya serangan jantung atau gagal jantung), volume darah yang rendah (akibat perdarahan hebat atau dehidrasi) atau perubahan pada pembuluh darah (misalnya karena reaksi alergi atau infeksi)
B.  Saran
1.    Dengan mempelajari materi ini mahasiswa keperawatan yang nantinya menjadi seorang perawat professional agar dapat lebih peka terhadap tanda dan gejala ketika menemukan pasien yang mengalami syock sehingga dapat melakukan pertolongan segera.
2.    Mahasiswa dapat melakukan tindakan-tindakan emergency  untuk melakukan pertolongan segera kepada pasien yang mengalami syock.



DAFTAR PUSTAKA

Doenges, E, Marilynn, Mary Frances Moorhause, Alice C. Geissler. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan. (Edisi 3). EGC, Jakarta.
Price, A, Sylvia & Lorraine M. Willson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. (Edisi 4). EGC, Jakarta.
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. (Edisi 8, Vol.3). EGC, Jakarta.
Zimmerman J L, Taylor R W, Dellinger R P, Farmer J C, Diagnosis and Management of Shock, dalam buku: Fundamental Critical Support. Society of Critical Care Medicine, 1997.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar