by : elsa herlinda |
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Syok paling
sering timbul setelah terjadi perdarahan hebat (syok hemoragik). Perdarahan
eksternal akut akibat trauma tembus dan perdarahan hebat akibat kelianan
gastrointestinal merupakan 2 penyebab syok hemoragik yang paling sering
ditemukan. Syok hemoragik juga bisa terjadi akibat perdarahan internal akut ke
dalam rongga toraks dan rongga abdomen. Penyebab utama perdarahan internal
adalah terjadinya trauma pada organ dan ruptur pada aneurysme aortic abdomen.
Syok bisa merupakan akibat dari kehilangan cairan tubuh lain selain dari darah
dalam jumlah yang banyak. Contoh syok hipovolemik yang terjadi akibat
kehilangan cairan lain ini adalah gastroenteritis refraktrer dan luka bakar
hebat. Objektif dari keseluruhan jurnal ini adalah terfokus kepada syok hipovolemik
yang terjadi akibat perdarahan dan pelbagai kontroversi yang timbul seputar
cara penanganannya.
Kebanyakan trauma
merbahaya ketika terjadinya perang sekitar tahun 1900an telah memberi kesan
yang angat signifikan pada perkembangan prinsip penanganan resusitasi syok
hemoragik. Ketika Perang Dunia I, W.B. Cannon merekomendasikan untuk
memperlambat pemberian resusitasi cairan sehingga penyebab utama terjadinya
syok diatasi secara pembedahan. Pemberian kristalloid dan darah digunakan
secara ekstensif ketika Perang Dunia II untuk menangani pasien dengan keadaan
yang tidak stabil. Pengalaman yang di dapat semasa perang melawan Korea dan
Vietnam memperlihatkan bahawa resusitasi cairan dan intervensi pembedahan awal
merupakan langkah terpenting untuk menyelamatkan pasien dengan trauma yang
menimbulkan syok hemoragik. Ini dan beberapa prisip lain membantu dalam
perkembangan garis panduan untuk penanganan syok hemoragik kaibat trauma. Akan
tetapi, peneliti-peneliti terbaru telah mempersoalkan garis panduan ini, dan
hari ini telah timbul pelbagai kontroversi tentang cara penanganan syok
hemoragik yang paling optimal.
B.
Tujuan Umum
Mahasiswa dapat mengetahui asuhan
keperawatan pada pasien syock
C. Tujuan
khusus
Mahasiswa dapat mengetahui :
pengertian syock, penyebab terjadinya syok, patofisiologi terjadinya syock,
tanda dan gejala syock, manifestasi kllinis syock, jenis-jenis syock,
penatalaksanaan syock, dan komplikasinya
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Syok adalah suatu sindrom klinis yang terjadi jika
sirkulasi darah arteri tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
jaringan. Perfusi jaringan yang adekuat tergantung pada 3 faktor utama yaitu
curah jantung, volume darah, dan tonus vasomotor perifer. Jika salah satu dari
ketiga faktor penentu ini kacau dan faktor lain tidak dapat melakukan
kompensasi, maka akan terjadi syok. Awalnya tekanan darah arteri normal sebagai
kompensasi peningkatan isi sekuncup dan curah jantung. Jika syok berlanjut, curah
jantung menurun dan vasokonstriksi perifer meningkat. Jika hipotensi menetap
dan vasokonstruksi berlanjut, hipoperfusi mengakibatkan asidosis laktat,
oliguria, dan ileus. Jika tekanan arteri cukup rendah, terjadi disfungsi otak
dan otot jantung (Mansjoer, 1999).
Syok adalah suatu sindrom klinis akibat kegagalan
fungsi akut fungsi sirkulasi yang menyebabkan ketidakckupan perfusi jaringan
dan oksigenasi jaringan, dengan akibat mekanisme homeostatis. Berdasarkan
penelitian Moyer dan Mc Clelland tentang fisiologi keadaan syok dan
homeostatis, syok adalah keadaan tidak cukupnya pengiriman oksigen ke jaringan.
Syok merupakan keadaan gawat yang membutuhkan terapi yang agresif dan
pemantauan yang kontinyu atau terus-menerus di unit terapi intensif (Ashadi,
1999).
B. Etiologi
1. Syok
Hipovolemik
a. Kehilangan
darah/syok hemoragik
·
Hemoragik eksternal : trauma, perdarahan
gastrointestinal
·
Hemoragik internal : hematoma,
hematoraks/himoperitoneum
b. Kehilangan
plasma
·
Luka bakar
·
Dermatitis eksfoliatif
c. Kehilangan
cairan dan elektrolit
·
Eksternal : muntah, diare, keringat yang
berlebihan
·
Internal : pankreatitis, asites,
obstruksi usus
2. Syok
Kardiogenik
a. Disritmia
b. Kegagalan
pompa jantung
c. Disfungsi
katup akut
d. Ruptur
septum ventrikel
3. Syok
Obstruktif
a. Tension
pneumothorax
b. Penyakit
perikardium
c. Penyakit
pembuluh darah paru
d. Tumor
jantung (miksoma atrial)
e. Trombus
mural atrium kiri
f. Penyakit
katup obstruktif
4. Syok
Distributif
a. Syok
septik
b. Syok
anafilaktik
c. Syok
neurogenik
d. Obat-obatan
vasodilator
e. Insufiensi
adrenal akut
C. Patofisiologi
Menurut
patofisiologinya, syok terbagi atas 3 fase yaitu (Komite Medik, 2000):
1. Fase
Kompensasi
Penurunan curah jantung
(cardiac output) terjadi sedemikian rupa sehingga timbul gangguan perfusi
jaringan tapi belum cukup untuk menimbulkan gangguan seluler. Mekanisme
kompensasi dilakukan melalui vasokonstriksi untuk menaikkan aliran darah ke
jantung, otak dan otot skelet dan penurunan aliran darah ke tempat yang kurang
vital. Faktor humoral dilepaskan untuk menimbulkan vasokonstriksi dan menaikkan
volume darah dengan konservasi air. Ventilasi meningkat untuk mengatasi adanya
penurunan kadar oksigen di daerah arteri. Jadi pada fase kompensasi ini terjadi
peningkatan detak dan kontraktilitas otot jantung untuk menaikkan curah jantung
dan peningkatan respirasi untuk memperbaiki ventilasi alveolar. Walau aliran
darah ke ginjal menurun, tetapi karena ginjal mempunyai cara regulasi sendiri
untuk mempertahankan filtrasi glomeruler. Akan tetapi jika tekanan darah
menurun, maka filtrasi glomeruler juga menurun.
2. Fase
Progresif
Terjadi jika tekanan
darah arteri tidak lagi mampu mengkompensasi kebutuhan tubuh. Faktor utama yang
berperan adalah jantung. Curah jantung tidak lagi mencukupi sehingga terjadi
gangguan seluler di seluruh tubuh. Pada saat tekanan darah arteri menurun,
aliran darah menurun, hipoksia jaringan bertambah nyata, gangguan seluler,
metabolisme terganggu, produk metabolisme menumpuk, dan akhirnya terjadi
kematian sel. Dinding pembuluh darah menjadi lemah, tak mampu berkonstriksi
sehingga terjadi bendungan vena, vena balik (venous return) menurun. Relaksasi
sfinkter prekapiler diikuti dengan aliran darah ke jaringan tetapi tidak dapat
kembali ke jantung. Peristiwa ini dapat menyebabkan trombosis kecil-kecil
sehingga dapat terjadi koagulopati intravasa yang luas (DIC = Disseminated
Intravascular Coagulation). Menurunnya aliran darah ke otak menyebabkan
kerusakan pusat vasomotor dan respirasi di otak. Keadaan ini menambah hipoksia
jaringan. Hipoksia dan anoksia menyebabkan terlepasnya toksin dan bahan lainnya
dari jaringan (histamin dan bradikinin) yang ikut memperjelek syok
(vasodilatasi dan memperlemah fungsi jantung). Iskemia dan anoksia usus
menimbulkan penurunan integritas mukosa usus, pelepasan toksin dan invasi
bakteri usus ke sirkulasi. Invasi bakteri dan penurunan fungsi detoksikasi
hepar memperjelek keadaan. Dapat timbul sepsis, DIC bertambah nyata, integritas
sistim retikuloendotelial rusak, integritas mikro sirkulasi juga rusak.
Hipoksia jaringan juga menyebabkan perubahan metabolisme dari aerobik menjadi
anaerobik. Akibatnya terjadi asidosis metabolik, terjadi peningkatan asam
laktat ekstraseluler dan timbunan asam karbonat di jaringan.
3. Fase
Progresif
Terjadi jika tekanan
darah arteri tidak lagi mampu mengkompensasi kebutuhan tubuh. Faktor utama yang
berperan adalah jantung. Curah jantung tidak lagi mencukupi sehingga terjadi
gangguan seluler di seluruh tubuh. Pada saat tekanan darah arteri menurun, aliran
darah menurun, hipoksia jaringan bertambah nyata, gangguan seluler, metabolisme
terganggu, produk metabolisme menumpuk, dan akhirnya terjadi kematian sel.
Dinding pembuluh darah menjadi lemah, tak mampu berkonstriksi sehingga terjadi
bendungan vena, vena balik (venous return) menurun. Relaksasi sfinkter
prekapiler diikuti dengan aliran darah ke jaringan tetapi tidak dapat kembali
ke jantung. Peristiwa ini dapat menyebabkan trombosis kecil-kecil sehingga
dapat terjadi koagulopati intravasa yang luas (DIC = Disseminated Intravascular
Coagulation). Menurunnya aliran darah ke otak menyebabkan kerusakan pusat
vasomotor dan respirasi di otak. Keadaan ini menambah hipoksia jaringan.
Hipoksia dan anoksia menyebabkan terlepasnya toksin dan bahan lainnya dari jaringan
(histamin dan bradikinin) yang ikut memperjelek syok (vasodilatasi dan
memperlemah fungsi jantung). Iskemia dan anoksia usus menimbulkan penurunan
integritas mukosa usus, pelepasan toksin dan invasi bakteri usus ke sirkulasi.
Invasi bakteri dan penurunan fungsi detoksikasi hepar memperjelek keadaan.
Dapat timbul sepsis, DIC bertambah nyata, integritas sistim retikuloendotelial
rusak, integritas mikro sirkulasi juga rusak. Hipoksia jaringan juga
menyebabkan perubahan metabolisme dari aerobik menjadi anaerobik. Akibatnya
terjadi asidosis metabolik, terjadi peningkatan asam laktat ekstraseluler dan
timbunan asam karbonat di jaringan.
D. Manifestasi
Klinik
Menurut
(Mansjoer, 1999) :
1. Tekanan
darah sistemik dan takikardi; puncak tekanan darah sistolik <100mmHg atau
lebih dari 10% di bawah tekanan darah yang telah diketahui.
2. Hipoperfusi
perifer, vasokonstriksi; kulit dingin, lembab, dan sianosis.
3. Status
mental terganggu; kebingungan, agitasi, koma.
4. Oliguria
atau anuria; <0,5 ml/kgBB/jam.
5. Asidosis
metabolik.
Pemantauan
hemodinamik :
1. Tekanan
darah arteri
2. Tekanan
vena sentral
3. Tekanan
arteri pulmonal, dimonitor dengan kateter Swan-Ganz untuk pengukuran Pulmonary
Catheter Wedge Presure (PCWP).
4. Pengukuran
tambahan. Pemantauan sensorium, jumlah urine, dan suhu kulit.
E. Penatalaksanaan
Menurut
(Mansjoer, 1999) :
Pasien
diletakkan dalam posisi Trendelenburg atau telentang dengan kaki ditinggikan.
Untuk
syok yang tidak terdiagnosis :
1. Bebaskan
jalan napas dan yakinkan ventilasi yang adekuat
2. Pasang
akses ke intravena
3. Mengembalikan
cairan
4. Pertahankan
produksi urine >0,5 ml/kgBB/jam
F. Derajat
Syok
1. Syok
Ringan
Penurunan perfusi hanya
pada jaringan dan organ non vital seperti kulit, lemak, otot rangka, dan
tulang. Jaringan ini relatif dapat hidup lebih lama dengan perfusi rendah,
tanpa adanya perubahan jaringan yang menetap (irreversible). Kesadaran tidak
terganggu, produksi urin normal atau hanya sedikit menurun, asidosis metabolik
tidak ada atau ringan.
2. Syok
Sedang
Perfusi ke organ vital
selain jantung dan otak menurun (hati, usus, ginjal). Organ-organ ini tidak
dapat mentoleransi hipoperfusi lebih lama seperti pada lemak, kulit dan otot.
Pada keadaan ini terdapat oliguri (urin kurang dari 0,5 mg/kg/jam) dan asidosis
metabolik. Akan tetapi kesadaran relatif masih baik.
3. Syok
Berat
Perfusi ke jantung dan
otak tidak adekuat. Mekanisme kompensasi syok beraksi untuk menyediakan aliran
darah ke dua organ vital. Pada syok lanjut terjadi vasokontriksi di semua
pembuluh darah lain. Terjadi oliguri dan asidosis berat, gangguan kesadaran dan
tanda-tanda hipoksia jantung (EKG abnormal, curah jantung menurun).
G. Pemeriksaan
1. Anamnesis
Pada anamnesis, pasien
mungkin tidak bisa diwawancara sehingga riwayat sakit mungkin hanya didapatkan
dari keluarga, teman dekat atau orang yang mengetahui kejadiannya, cari :
· Riwayat
trauma (banyak perdarahan atau perdarahan dalam perut)
· Riwayat
penyakit jantung (sesak nafas)
· Riwayat
infeksi (suhu tinggi)
· Riwayat
pemakaian obat ( kesadaran menurun setelah memakan obat)
2. Pemeriksaan
fisik
a. Kulit
·
Suhu raba dingin (hangat pada syok
septik hanya bersifat sementara, karena begitu syok berlanjut terjadi hipovolemia)
·
Warna pucat (kemerahan pada syok septik,
sianosis pada syok kardiogenik dan syok hemoragi terminal)
·
Basah pada fase lanjut syok (sering
kering pada syok septik).
b. Tekanan
darah
·
Hipotensi dengan tekanan sistole < 80
mmHg (lebih tinggi pada penderita yang sebelumnya mengidap hipertensi, normal
atau meninggi pada awal syok septik)
c. Status
jantung
·
Takikardi, pulsus lemah dan sulit diraba
d. Status
respirasi
·
Respirasi meningkat, dan dangkal (pada
fase kompensasi) kemudian menjadi lambat (pada syok septik, respirasi meningkat
jika kondisi menjelek)
e. Status
Mental
·
Gelisah, cemas, agitasi, tampak
ketakutan. Kesadaran dan orientasi menurun, sopor sampai koma.
f. Fungsi
Ginjal
·
Oliguria, anuria (curah urin < 30
ml/jam, kritis)
g. Fungsi
Metabolik
·
Asidosis akibat timbunan asam laktat di
jaringan (pada awal syok septik dijumpai alkalosis metabolik, kausanya tidak
diketahui). Alkalosis respirasi akibat takipnea
h. Sirkulasi
·
Tekanan vena sentral menurun pada syok
hipovolemik, meninggi pada syok kardiogenik
i. Keseimbangan
Asam Basa
·
Pada awal syok pO2 dan pCO2 menurun
(penurunan pCO2 karena takipnea, penurunan pO2 karena adanya aliran pintas di
paru)
3. Pemeriksaan Penunjang
a.
Darah (Hb, Hmt, leukosit, golongan
darah), kadar elektrolit, kadar ureum, kreatinin, glukosa darah.
b.
Analisa gas darah
c.
EKG
H. Komplikasi
1. Kegagalan
multi organ akibat penurunan alilran darah dan hipoksia jaringan yang
berkepanjangan.
2. Sindrom
distress pernapasan dewasa akibat destruksi pertemuan alveolus kapiler karena
hipoksia.
3. DIC
(Koagulasi intravascular diseminata) akibat hipoksia dan kematian jaringan yang
luas sehingga terjadi pengaktifan berlebihan jenjang koagulasi.
I. Pengkajian
Data-data yang dapat ditemukan pada saat pengkajian meliputi :
1.
Gelisah, ansietas, tekanan darah menurun
2.
Tekanan darah sistolik
< 90 mmHg (hipotensi)
3.
Tekanan ventrikel
kiri peningkatan
tekanan akhir diastolik ventrikel kiri, peningkatan tekanan atrium kiri, peningkatan tekanan baji arteri pulmonal (PCWP)
4.
Curah jantung 2,2 l/mnt, penurunan fraksi ejeksi, penurunan
indeks jantung
5.
Peningkatan tekanan vena sentral 1600 dyne/dtk/cm-5
6.
Peningkatan
tekanan pengisian
ventrikel
kanan
adanya distensi
vena jugularis,
peningkatan CVP (tekanan > 15 cm H2O, refleks hepatojugular meningkat
7.
Takikardia nadi radialis halus, nadi perifer tidak ada atau berkurang
8.
Terdengar bunyi gallop S3, S4
atau murmur
9.
Distress pernafasan takipnea, ortopnea, hipoksia
10.
Perubahan tingkat kesadaran apatis, letargi, semicoma, coma
11.
Perubahan kulit pucat, dingin, lembab, sianosis
12.
Perubahan suhu tubuh subnormal, meningkat
13.
Sangat kehausan
14.
Mual, muntah
15.
Status
ginjal haluaran urine
di bawah 20 ml/jam, kreatinin
serum meningkat, nitrogen
urea serum meningkat
16.
Perubahan EKG perubahan iskemi, disritmia, fibrilasi
ventrikel
17.
Kenyamanan nyeri dada, nyeri abdominal
J. Diagnosa
dan Intervensi Keperawatan
1.
Perubahan perfusi
jaringan (serebral,
kardiopulmonal,
perifer) berhubungan dengan penurunan curah jantung
Tujuan : Perfusi jaringan dipertahankan dengan
Kriteria hasil :
§ Tekanan darah dalam batas normal
§ Haluaran urine normal
§
Kulit hangat dan kering
§ Nadi perifer > 2 kali suhu tubuh
Rencana tindakan :
a.
Kaji tanda dan gejala yang menunjukkan gangguan perfusi jaringan
b.
Pertahankan tirah baring penuh
(bedrest
total) dengan posisi
ekstremitas memudahkan sirkulasi
c.
Pertahankan terapi parenteral sesuai dengan program terapi, seperti darah lengkap,
plasmanat, tambahan volume
d.
Ukur intake dan output setiap jam
e.
Hubungkan kateter pada sistem drainase gravitasi tertutup
dan lapor dokter bila haluaran urine kurang dari 30 ml/jam
f.
Berikan obat-obatan
sesuai dengan program terapi dan kaji efek obat serta tanda toksisitas
g.
Pertahankan klien hangat dan kering
2.
Penurunan curah jantung berhubungan dengan faktor
mekanis (preload, afterload dan
kontraktilitas miokard)
Tujuan : Klien memperlihatkan peningkatan curah jantung dengan
Kriteria hasil :
§ Tanda-tanda
vital dalam batas normal
§ Curah jantung dalam batas normal
§ Perbaikan mental
Rencana tindakan
a.
Pertahankan
posisi terbaik untuk meningkatkan ventilasi optimal dengan
meninggikan kepala tempat tidur 30 – 60 derajat
b.
Pertahankan tirah baring penuh (bedrest total)
c.
Pantau EKG secara kontinu
d.
Pertahankan cairan parenteral sesuai dengan program terapi
e.
Pantau vital sign setiap jam dan laporkan bila ada perubahan yang drastis
f.
Berikan oksigen sesuai dengan terapi
g.
Berikan obat-obatan sesuai dengan terapi
h.
Pertahankan klien hangat dan kering
i.
Auskultasi bunyi jantung
setiap 2 sampai 4 jam sekali
j.
Batasi dan rencanakan aktifitas
; berikan waktu istirahat antar prosedur
k.
Hindari konstipasi, mengedan atau perangsangan rektal
3.
Kerusakan pertukaran gas berhubungan
dengan peningkatan
permeabilitas kapiler pulmonal
Tujuan : Klien memperlihatkan peningkatan ventilasi dengan
Kriteria hasil :
§ Klien bernafas tanpa kesulitan
§ Paru-paru bersih
§ Kadar PO2
dan PCO2
dalam batas normal
Rencana tindakan :
a. Kaji pola pernafasan, perhatikan frekwensi dan kedalaman pernafasan
b. Auskultasi paru-paru setiap 1 – 2 jam sekali
c. Pantau seri AGDA
d. Berikan oksigen sesuai dengan kebutuhan klien
e. Lakukan penghisapan bila ada indikasi
f. Bantu dan ajarkan klien batuk efektif dan nafas dalam
4.
Asietas / takut berhubungan dengan ancaman biologis yang aktual atau potensial
Tujuan : Ansietas / rasa takut klien terkontrol dengan
Kriteria
hasil :
§ Klien mengungkapkan penurunan
ansietas
§ Klien tenang dan relaks
§ Klien dapat beristirahat dengan tenang
Rencana tindakan
a. Tentukan sumber-sumber kecemasan atau ketakutan klien
b. Jelaskan seluruh prosedur
dan pengobatan serta berikan penjelasan yang ringkas bila klien tidak memahaminya
c. Bila ansietas sedang berlangsung, temani klien
d. Antisipasi kebutuhan klien
e. Pertahankan lingkungan yang tenang dan tidak penuh dengan stress
f. Biarkan keluarga dan orang terdekat untuk tetap
tinggal bersama klien jika kondisi klien memungkinkan
g. Anjurkan untuk mengungkapkan kebutuhan dan ketakutan akan kematian
h. Pertahankan sikap tenang dan menyakinkan
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Berhasil tidaknya penanggulangan syok
tergantung dari kemampuan mengenal gejala-gejala syok, mengetahui, dan
mengantisipasi penyebab syok serta efektivitas dan efisiensi kerja kita pada
saat-saat/menit-menit pertama pasien mengalami syok.
2.
Syok adalah gangguan sistem sirkulasi dimana sistem kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah) tidak mampu mengalirkan darah ke
seluruh tubuh dalam jumlah yang memadai yang menyebabkan tidak adekuatnya
perfusi dan oksigenasi jaringan. Syok terjadi akibat berbagai keadaan yang menyebabkan
berkurangnya aliran darah, termasuk kelainan jantung (misalnya serangan jantung atau gagal jantung), volume darah yang rendah (akibat
perdarahan hebat atau dehidrasi) atau perubahan pada pembuluh darah (misalnya karena reaksi
alergi atau infeksi)
B.
Saran
1. Dengan mempelajari materi ini mahasiswa keperawatan yang nantinya
menjadi seorang perawat professional agar dapat lebih peka terhadap tanda dan
gejala ketika menemukan pasien yang mengalami syock sehingga dapat melakukan
pertolongan segera.
2. Mahasiswa dapat melakukan tindakan-tindakan emergency
untuk melakukan pertolongan segera kepada pasien yang mengalami syock.
DAFTAR
PUSTAKA
Doenges, E, Marilynn,
Mary Frances Moorhause, Alice C. Geissler. 2002. Rencana Asuhan Keperawatan.
(Edisi 3). EGC, Jakarta.
Price, A, Sylvia &
Lorraine M. Willson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.
(Edisi 4). EGC, Jakarta.
Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal
Bedah. (Edisi 8, Vol.3). EGC, Jakarta.
Zimmerman J L, Taylor R W,
Dellinger R P, Farmer J C, Diagnosis and Management of Shock, dalam buku: Fundamental
Critical Support. Society of Critical Care Medicine, 1997.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar